Bagi saya penyebab utama kemiskinan adalah pola pikir dan kemalasan. Artinya, kalau mau membebaskan diri dari kemiskinan, orang harus mengubah pola pikirnya, dan bekerja keras.
Akibatnya saya dikritik. Kata pengritik, seolah saya hendak mengatakan bahwa orang-orang miskin itu pemalas. Kemiskinan, kata mereka, bukan melulu soal kerja keras atau pemalas, tapi juga terkait dengan kebijakan pemerintah. Mereka menyebutnya kemiskinan struktural.
“Kurang keras bagaimana lagi para buruh atau kuli itu bekerja, tetap saja mereka miskin,” kata mereka.
Ketika bicara soal kemiskinan dan orang miskin, saya lebih suka membicarakannya sebagai “kita”, bukan “mereka”. Maka, ketika saya bicara soal kemalasan, itu bukan untuk menuding atau merendahkan, tapi sebagai evaluasi untuk memperbaiki diri. Ini soal mencari apa yang salah, bukan menyalahkan.
Banyak orang bekerja keras, tapi tetap miskin. Apa yang kurang kalau begitu? Saya suka mengandaikan kemiskinan itu seperti gravitasi. Kita dan semua benda bermassa terikat oleh gaya gravitasi bumi. Kalau kita melompat ke atas, kita akan ditarik kembali ke muka bumi. Kalau kita terbang dengan pesawat, kita harus mendarat kembali.
Bisakah kita lepas dari ikatan gaya gravitasi itu? Bisa. Hanya saja, kita memerlukan energi besar. Energi itu setara dengan yang diperlukan untuk melempar benda dengan kecepatan 11,2 km/detik, atau 40.320 km/jam.
Kecepatan ini disebut escape velocity atau kecepatan kabur. Seberapa cepat itu? Rekor kecepatan tertinggi sebuah pesawat terbang hingga saat ini adalah 3.530 km per jam, jauh di bawah kecepatan kabur tadi.
Para penjelajah ruang angkasa berhasil membebaskan diri mereka dari ikatan gravitasi bumi. Dengan roket yang membawa bahan bakar sumber energi dalam jumlah besar. Sejumlah energi digunakan dalam suatu rentang waktu yang lama.
Artinya, diperlukan energi dalam jumlah besar, juga diperlukan waktu yang lama. Bila tidak cukup, apa boleh buat, kita akan kembali jatuh ke bumi.
Begitu pula dengan kerja untuk membebaskan diri dari kemiskinan. Kerja keras saja tidak cukup. Kita perlu kerja keras dalam waktu yang lama, dan juga perlu strategi untuk memastikan bahwa kita tidak terjatuh kembali. Saya menyebutnya dengan rencana kabur, atau escape plan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.