Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 20/06/2017, 20:47 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorLaksono Hari Wiwoho

Gen sakit hati

Ahli psikologi sosial Prof Naomi I Eisenberger, Matthew D Lieberman, dan Kipling D Williams dari University of California, Los Angeles, dalam studi penelitian berjudul Does Rejection Hurt? An fMRI Study of Social Exclusion (2003) mengatakan, "Jika seseorang sangat mudah sakit hati, kemungkinan memiliki gen sakit hati.

Para peneliti dari University of California, Los Angeles, ini melakukan survei terhadap 122 orang dengan tujuan ingin mengetahui seberapa sensitif seseorang apabila mengalami penolakan.

Setelah melakukan scan otak dan air liur pada partisipan tersebut, maka diketahui bahwa bagi yang mudah mengalami sakit hati diketahui memiliki penanda genetik yang sama. Mereka ternyata memiliki gen sakit hati yang menjadi penyebab sakit psikis dan sakit fisik.

Jadi sakit psikis dan sakit fisik ternyata berkaitan erat bagi pemilik gen sakit hati. Naomi Eisenberger menjelaskan bahwa otak tidak sanggup mengatasi sendirian pada saat disakiti. Misalnya, seseorang diputus oleh kekasihnya yang sangat dicintainya, maka hatinya akan remuk termasuk fisiknya menjadi melemah saking sedihnya.

Pada saat itu gen sakit hati langsung memengaruhi bagian otak yang mengontrol rasa sakit dan memberi sinyal-sinyal rasa sakit yang dikirim oleh otak tersebut pada bagian tubuh lainnya.

Jadi kerja gen sakit hati menurut Naomi Eisenberger yaitu bersumber dari pikiran yang merembet ke fisik. Proses neurologis pada saat sakit hati melibatkan anterior cingulate vortex di otak yang berstimulasi ke saraf vagus sehingga menyebabkan sakit di bagian dada. Juga terjadi keluhan lain seperti mual, lemas.

Ditambah lagi munculnya hormon kortisol penyebab stres yang membuat daya tahan tubuh melemah. Keluarnya hormon kortisol ini memengaruhi sistem pencernaan sehingga selera makan berkurang yang ujungnya terjadi gangguan pencernaan. Di sinilah terjadi dua kejadian, sakit psikis dengan efek sakit fisik.
 
Saran mengatasi sakit hati:
- Menangislah sepuasnya
- Ingat Tuhan, pasti akan memberi kekuatan
- Tidak ada manusia yang sempurna, baik orang lain maupun diri sendiri
- Berani mengampuni siapa saja yang telah menyakiti
- Tanpa disadari siapa pun pernah menyakiti dan mengecewakan orang lain atau orang terdekat
- Berpikir positif, jangan curiga berlebihan
- Curhat kepada orang yang dipercaya
- Menulis dalam buku diary
- Rekreasi, travelling, atau main ke tempat yang indah
- Bercandalah dengan teman-teman
- Lebih giat beribadah agar mendapat siraman rohani
- Baca buku yang sangat disukai
- Menyalurkan hobi, misalnya main musik, olahraga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com