Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 30/06/2017, 11:15 WIB
Lusia Kus Anna

Penulis

Paul Rodriguez telah menikah selama 13 tahun dengan istrinya dan merasa hidupnya bahagia, sampai ia merasa ada ancaman pada keutuhan perkawinannya.

Setelah pasangan ini tak juga dikarunai keturunan, mereka pun melakukan pemeriksaan dan menemukan kenyataan bahwa Paul memiliki jumlah sperma yang sangat sedikit sehingga selalu gagal membuat istrinya hamil.

Kenyataan pahit itu membuat pria berusia 31 tahun dari Los Angeles ini merasa cemas dengan keutuhan rumah tangganya. "Bagaimana jika saya tidak bisa punya anak? Apakah ini bisa membuat pernikahan saya hancur?," tanyanya.

Paul lalu melakukan apa yang disarankan dokter pada pria dengan diagnosis kondisi jumlah sperma kurang, yakni minum sejumlah vitamin, menurunkan berat badan, dan rajin berolahraga agar jumlah sperma bisa bertambah secara alami.

Beberapa bulan kemudian ia pun melakukan pemeriksaan lagi dan dokter menyampaikan bahwa ia butuh terapi kesuburan agar bisa memiliki anak.

Di sela waktu tersebut Paul berusaha membagi perasaannya pada keluarga dan sahabat terdekat untuk mengurangi rasa kesedihannya. Keluarganya memang berusaha memberi dukungan tapi tidak tahu cara bereaksi yang tepat pada berita tersebut.

Sementara sahabat-sahabatnya memang menyatakan prihatin tapi dengan cepat mengubah topik pembicaraan. "Mereka memang berusaha menghibur tapi langsung mengubah topik, saya merasa tidak mendapat dukungan," katanya.

Susan Klock, psikolog dari klinik kesuburan di Northwestern Fertility and Reproductive Medical Practice mengatakan, kurangnya dukungan emosional memang sering dialami pria yang mengalami infertilitas.

"Banyak orang yang tidak membicarakan gangguan kesuburan pada pria karena ini terkait dengan seksualitas pria. Pria yang subur dianggap sebagai pria sejati," kata Klock.

Itu sebabnya, menurut Klock, banyak pria yang bermasalah dengan kesuburannya juga tidak mau terbuka untuk mengungkapkan perasaannya seperti halnya para wanita.

Masyarakat sering mendakwa pihak wanita sebagai penyebab infertilitas yang terjadi, padahal pria memiliki peluang infertilitas yang sama besar.

Di Indonesia, sekitar 50 persen gangguan kesuburan disebabkan karena faktor pria. Namun, sebanyak 30 persen kasus infertilitas pada pria tidak diketahui penyebabnya.

Ada banyak faktor yang menyebabkan ketidaksuburan pada pria. Mulai dari infeksi saluran kemih, biji kemaluan tidak turun ke kantung buah zakar, gangguan hormonal, varikokel, sulit ereksi, sumbatan pada saluran keluarnya sperma, tidak terbentuk sperma, hingga gangguan antibodi.

Ketidakmampuan menghamili istri ini membuat pria merasa maskulinitasnya terancam. Terkadang, pria justru menyalahkan istrinya.

"Kondisi ini sangat memengaruhi identitas inti seorang pria," kata Paul.

Ia menyarankan agar pria yang mengalami infertilitas adalah bersikap terbuka kepada pasangan dan sahabat. "Bersikaplah terbuka karena ada banyak kemarahan pada diri sendiri dan pada dunia sehingga kita tak bisa berpikir jernih," katanya.

Bila ternyata istri juga memiliki masalah kesuburan, terlibatlah selalu di sisinya dalam setiap tahapan terapi. Bagaimana pun kehamilan adalah hasil kerja sama dua orang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com