KOMPAS.com - Ketika anak tidak memiliki akses untuk mendapat pendidikan seksualitas yang benar dari orangtua atau sekolahnya, mereka akan mencari di mesin andalan: Google.
Masalahnya, mencari informasi seputar seks dan kesehatan reproduksi secara online seringkali menyesatkan, bahkan bisa menjurus pada pornografi.
Meski pun ada banyak informasi kesehatan yang akurat di internet, tetapi kebanyakan anak dan remaja tidak bisa membedakan mana yang sebenarnya iklan, informasi palsu, fantasi, dan sumber kedokteran ilmiah.
Mudah percaya pada apa yang kita baca di internet tanpa melakukan verifikasi bisa berbahaya. Menurut penelitian yang dilakukan di Belanda tahun 2010 menemukan, semakin sering remaja terpapar pornografi, makin mereka percaya bahwa yang mereka lihat adalah gambar nyata dari seks.
Remaja memang mengandalkan internet untuk menjawab pertanyaan yang mereka anggap tabu untuk disampaikan pada orangtuanya.
Survei TechSex: Youth Sexuality and Health Online tahun 2017 melibatkan 1.500 remaja dan dewasa muda berusia 13-24 tahun tentang penggunaan teknologi.
Kepercayaan mereka terhadap Google (21 persen) hanya berbeda sedikit dengan berkonsultasi dengan dokter, perawat, atau di klinik (30 persen).
Menurut data dari Guttmacher Institute, organisasi nonprofit yang fokus pada kebijakan kesehatan reproduksi dan seksual, remaja juga mengakses website yang kontennya tidak tepat.
Dalam sebuah penelitian, dari 177 website kesehatan seksual yang dilihat remaja, 46 persennya memberi informasi keliru tentang kontrasepsi dan 35 persen informasi menyesatkan seputar aborsi.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.