Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tradisi Melarikan Perempuan Untuk Dijadikan Istri

Kompas.com - 12/07/2017, 08:12 WIB
Kahfi Dirga Cahya

Penulis

LOMBOK, KOMPAS.com - Setiap daerah memiliki tradisi sendiri, termasuk dalam hal pernikahan. Tak terkecuali Suku Sasak di Lombok. Bila umumnya pernikahan ditempuh dengan cara mempelai pria bersama keluarganya datang untuk melamar perempuan, maka bagi sebagian Suku Sasak cara yang ditempuh berbeda.

Mereka melakukannya lewat merarik. Merarik adalah istilah yang biasa digunakan masyarakat Sasak dalam perkawinan. Tradisi merarik ini dikenal dengan “kawin lari” di mana anak perempuan akan dilarikan untuk dijadikan istri.

Maeson, salah satu warga Sasak menjelaskan bahwa merarik adalah sebuah tradisi turun-temurun. Pria dan perempuan biasanya lebih dulu berjanji untuk bertemu di suatu tempat. Setelah itu perempuan dilarikan oleh pihak pria ke rumah keluarga mereka. Biasanya perempuan diinapkan satu hingga tiga hari.

“Katanya kalau nggak dicuri (dilarikan) nggak gentle (seperti laki-laki),” kata Maeson kepada Kompas.com di Desa Sekotong Timur, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Senin (10/11/2017).

Baca: Pernikahan Lebih Awet Bila Dilandasi Persahabatan

Setelah melarikan perempuan, maka akan ada proses besejati, di mana pihak mempelai pria mengirim utusan, yang biasanya adalah tokoh masyarakat. Tugasnya adalah memberitahukan kepada kepala dusun tentang ‘pencurian’ tersebut agar diteruskan ke keluarga perempuan.

Tujuan pemberitahuan tersebut agar "pelarian" diterima dan keduanya disetujui untuk dinikahkan. Selanjutnya akan ada proses Selabar untuk membicarakan soal Pisuke, sejumlah uang atau barang yang diberikan pihak keluarga pria kepada perempuan. Adapun pemberian tersebut untuk biaya syukuran. Bila semua terpenuhi, maka akan segera dilakukan akad nikah.

Setelah resmi maka akan segera dilakukan Sorong Serah, yakni pengumuman resmi pernikahan. Kegiatan ini berupa penyerahan seserahan keluarga laki-laki kepada perempuan sesaat sebelum arak-arakan Nyongkolan sampai ke keluarga perempuan.

Pernikahan anak

Sayangnya, tradisi tersebut kerap disalahgunakan. Beberapa orang menggunakan cara tersebut untuk menikah dengan anak-anak. Kasus tersebut pun biasa ditemui.

Maeson yang juga Ketua Kelompok Perlindungan Anak Desa (KPAD) Sekotong Timur mengatakan dirinya khawatir dengan kondisi tersebut karena anak-anak yang belum bisa memutuskan kemauannya harus menikah.

Anak perempuan yang sudah dilarikan tersebut terpaksa menikah karena secara tradisi sulit untuk menolak. Bila menolak, masyarakat setempat akan menganggapnya aib karena gagal menikah.

Selain itu, pihak dari keluarga laki-laki juga akan berusaha mempertahankan agar pernikahan tetap berlangsung.

“Nah kami concern terhadap kondisi tersebut sehingga berusaha menghentikan pernikahan anak,” kata Maeson.

Baca: Apa yang Sebabkan Pria Pilih Tunda Pernikahan?

Adapun KPAD Sekotong Timur merupakan satu dari tiga desa yang masuk dalam proyek aliansi “Yes I Do” dari Plan Internasional Indonesia bersama Rutgers WPF Indonesia dan Aliansi Remaja Independen (ARI) di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat.

Tiga daerah lain adalah Desa Jagaraga Indah, Desa Lembar Selatan dan Desa Kediri.

Program Manager Project Yes I Do Amrullah mengatakan aliansi ini memiliki beberapa strategi untuk mengentaskan pernikahan usia anak. Strategi pertama yang dilakukan adalah mendorong masyarakat untuk berpikir transformatif, di mana harus diselesaikan dari akar.

Anak perempuan harus diberikan pemahaman secara holistik terkait resiko pernikahan usia anak. Anak perempuan juga akan didukung untuk melanjutkan sekolah, dan bagi yang sudah dinikahkan, maka akan didorong sekolah kembali.

Strategi lain adalah dengan meningkatkan kesadaran anak laki-laki soal risiko pernikahan usia anak. Peran laki-laki besar, karena kelak mereka akan menjadi ‘pelaku’ merarik. Oleh karena itu pemahaman pernikahan yang sakral dan membutuhkan persiapan matang harus ditanamkan, sehingga mereka enggan melakukan hal tersebut.

Selain itu, juga didorong keterlibatan anak-anak muda di desa tersebut untuk turut serta mencegah pernikahan usia anak. Salah satu partisipasi dengan membentuk KPAD di setiap desa. “Nanti begitu denger ada perempuan mau diculik, sudah buat pagar sendiri,” kata Amrullah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com