Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 12/07/2017, 18:34 WIB
Kahfi Dirga Cahya

Penulis

LOMBOK, KOMPAS.com - S (13) nampak malu-malu saat bertemu dengan wartawan yang bersama dengan organisasi Plan Internasional Indonesia mengunjungi kediamannya di Sekotong Timur, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Senin (10/7/2017).

Dia lebih sering menunduk dan merapikan rambutnya yang berponi ke kiri. S adalah salah satu anak yang diselamatkan (penyintas) dari tradisi ‘kawin lari’ masyarakat Sasak.

S sempat dibawa lari oleh teman prianya, Zainudin (28) sekitar akhir bulan Juni 2017. Perkenalan mereka terbilang singkat, karena hanya satu pekan saat Zainudin baru kembali dari Malaysia.

S juga kerap diberikan hadiah. “Pernah dikasih uang Rp 50.000 sekali, terus baju merah tapi saya gak suka,” cerita S yang sedikit malu. Tak lama setelah itu mereka kawin lari.

Baca: Tradisi Melarikan Perempuan Untuk Dijadikan Istri

Zainudin menjemput S untuk diajak kawin lari, atau yang biasa disebut merarik kodek. Saat menyadari S hilang, orangtuanya pun kebingungan. Bahkan ayah S sempat marah—sebab S luput dari pengawasan dan dibawa lari oleh Zainudin.

Karena tak terima anaknya dibawa lari, ia segera melapor ke kepala dusun serta kepala desa setempat pada malam itu juga. Langkah cepat pun diambil sebelum ada proses besejati, di mana biasanya utusan dari pihak Zainudin memberitahukan ke kepala dusun S bahwa Zainudin telah melarikan S. Bila proses tersebut terjadi, maka sulit untuk dibatalkan karena sudah menjadi adat.

Kepala Desa Sekotong Timur, Ahmat segera menyusun rencana. Salah satu diantaranya adalah menggandeng Kelompok Perlindungan Anak Desa (KPAD) Sekotong Timur. Mereka segera berangkat menuju rumah Zainudin untuk melakukan belas atau pembatalan pernikahan.

“Kami ingin menghentikan pernikahan karena usia anak masih belia. Selain itu juga ancaman pidana sudah menanti bagi siapa pun (keluarga dan orang yang menikahkan) bila proses (pernikahan usia anak) terjadi,” kata Ahmat kepada Kompas.com di Sekotong Timur, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Senin.

Dusun Kambeng Timur, Desa Sekotong Timur, Kecamatan Lembar, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. S (13), anak penyintas kawin lari atau merarik kodek berasal dari dusun ini.KOMPAS.com/KAHFI DIRGA CAHYA Dusun Kambeng Timur, Desa Sekotong Timur, Kecamatan Lembar, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. S (13), anak penyintas kawin lari atau merarik kodek berasal dari dusun ini.
Proses belas tak semudah membalikkan telapak tangan. Salah satu ancaman yang dihadapi oleh pihak perempuan yang membelas adalah pertikaian. Biasanya pertikaian ini akan dilakukan oleh pihak pria karena menyangkut harga diri.

Itu juga yang dihadapi perwakilan Desa Sekotong Timur saat bertandang ke pihak keluarga Zainudin dalam rangka membelas pernikahannya dengan S. Setelah di lokasi, S yang tadinya dititipkan di rumah kepala dusun daerah Zainudin turut serta dihadirkan dalam proses belas.

Belas dilakukan dengan cara baik-baik, dengan memberikan pemahaman kepada  Zainudin dan S bahwa pernikahan usia dini bisa memberikan dampak buruk, salah satunya terkait kesehatan. Namun, prosesnya saat itu cukup alot. Kesulitan yang dihadapi adalah pihak Zainudin menyerahkan keputusan menolak atau menerima kepada S.

“Sementara saat itu S merengek-rengek tak mau dipisahkan. Kami akhirnya tahu kalau sikap S itu karena sudah diajari oleh kepala dusun setempat,” ujar Zainudin.

Ahmat yang kesal pun mengaku emosi. Dia bersuara lantang dan hendak melakukan tindakan di luar batas. Namun emosinya tertahan. Semua orang di tempat tersebut diam. Saat itu pula dia memanfaatkan untuk langsung membawa S dengan cara dibopong untuk dipisahkan dari Zainudin.

S meronta, namun tak kuasa. Akhirnya S bisa dibawa pulang. “Saat itu saya cukup ngeri juga karena takut ada pertikaian, tapi ternyata gak ada,” cerita Ahmat.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com