Anak yang menjadi pelaku, kata Ajeng, kerap kali merasa bahwa tindakannya benar karena juga merasa dirugikan, misalnya mendapat celaan.
Sayangnya, saat ini tak banyak orangtua yang benar-benar memberikan pemahaman kepada anaknya harus melakukan apa ketika diejek temannya. Menurut Ajeng, ajarkan anak untuk tidak membalas dendam dengan mem-bully lagi. Dengan demikian, tidak terjadi lingkaran kekerasan yang tidak putus.
Ajeng mengingatkan bila kebijakan sekolah tetap mengeluarkan pelaku bullying, maka harus bisa dipastikan mereka tetap melanjutkan sekolah. Perlu juga dipastikan bahwa di sekolah baru mereka tidak menjadi korban bullying lagi karena perbuatan sebelumnya.
“Harus dibangkitkan lagi kepercayaan dirinya, bagaimana perilaku yang tepat bagi dia. Supaya label atau cap tadi secara berangsur dihilangkan,” ujar Ajeng.
Saat ini setiap sekolah memang telah memiliki aturan terkait hukuman aksi perundungan. Namun, menurut Ajeng yang sering dilupakan adalah proses pemulihan bagi pelaku serta korban.
“Kalau korban bullying dikasihani saja tanpa perbaiki kondisi, percuma. Dua-duanya butuh pemenuhan life skill dan social skill. Salah satunya harus diterima di sekolah lain bila memang dikeluarkan,” kata Ajeng.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.