Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mencari Hukuman yang Tepat bagi Anak Pelaku "Bullying"

Kompas.com - 26/07/2017, 08:00 WIB
Kahfi Dirga Cahya,
Iwan Supriyatna

Tim Redaksi

KOMPAS.com -Tahun ajaran baru sekolah baru saja dimulai. Sayangnya, dunia pendidikan tanah air mendadak ramai oleh beredarnya video bullying yang dilakukan oleh sekelompok siswi SD dan SMP di pusat perbelanjaan. Miris melihat anak-anak yang relatif belia itu melakukan kekerasan kepada temannya.

Kasus tersebut mereda setelah Suku Dinas Pendidikan Wilayah I Jakata Pusat mengeluarkan sembilan siswa SD dan SMP yang terkait aksi perundungan itu dari sekolah. Kartu Jakarta Pintar yang mereka miliki juga dicabut.

Meski demikian, sejumlah pihak menilai bahwa hukuman yang diberikan itu belum tentu bisa memberikan efek jera pada pelaku bullying.

Psikolog Muhammad Iqbal menilai, mengeluarkan pelaku bullying dari sekolah merupakan tindakan yang tidak mendidik anak untuk memperbaiki perilaku mereka yang keliru.

Bahkan, menurut dia sanksi tersebut kurang memberi efek jera bagi pelaku yang berasal dari kelompok ekonomi mampu. Sebab, bisa jadi mereka merasa tenang-tenang saja dikeluarkan dari sekolah, karena menganggap selama masih ada uang pasti akan mendapatkan sekolah lagi.

Berbeda halnya jika anak pelaku bullying tersebut berasal dari keluarga tidak mampu. "Kasihan sekali. Kalau anak miskin dikeluarkan dari sekolah, sementara dia sangat membutuhkan pendidikan. Itu akan menjadi masalah baru," ucap Iqbal kepada Kompas.com (22/7/2017).

Menurut Iqbal, seharusnya ada tahapan berjenjang dari pihak sekolah bersangkutan dalam pemberian sanksi kepada anak didiknya yang menjadi pelaku bullying.

"Yang harus dilakukan, pelaku dipanggil, diminta klarifikasi, diminta meminta maaf. Mengajarkan kepada anak didik untuk meminta maaf jika berbuat kesalahan. Orang hukum saja ada proses pengadilan kok. Masa sekolah tidak ada proses?" tambah Dekan Fakultas Psikologi Universitas Mercubuana ini.

Psikolog Universitas Indonesia Ratna Djuwita menilai, terdapat cara yang lebih bijak untuk memberi sanksi tanpa harus mengeluarkan anak-anak yang terlibat aksi bullying.

"Sekolah sebaiknya tidak menerapkan zero tolerance (langsung mengeluarkan siswa jika melakukan kekerasan)," kata Ratna kepada Kompas Lifestyle.

Menurutnya, sebaiknya para pelaku diberikan kesempatan memperbaiki diri. Karena pada dasarnya seseorang pasti akan bisa berubah ke arah yang lebih baik di kemudian hari.

"Memang perlu ada konsekuensi, tetapi sebaiknya pelaku juga diberi kesempatan memperbaiki diri," tuturnya.

Pemahaman

Psikolog anak Ajeng Raviando mengatakan, yang juga perlu diperhatikan adalah memberikan bantuan secara sistematis pada anak tersebut. Salah satunya dengan memberikan pemahaman bahwa tindakan tersebut salah dan merugikan orang lain.

“Jadi tidak hanya sekadar menghukum,” kata Ajeng kepada Kompas Lifestyle (24/7/2017).

Anak yang menjadi pelaku, kata Ajeng, kerap kali merasa bahwa tindakannya benar karena juga merasa dirugikan, misalnya mendapat celaan.

Sayangnya, saat ini tak banyak orangtua yang benar-benar memberikan pemahaman kepada anaknya harus melakukan apa ketika diejek temannya. Menurut Ajeng, ajarkan anak untuk tidak membalas dendam dengan mem-bully lagi. Dengan demikian, tidak terjadi lingkaran kekerasan yang tidak putus.

Ajeng mengingatkan bila kebijakan sekolah tetap mengeluarkan pelaku bullying, maka harus bisa dipastikan mereka tetap melanjutkan sekolah. Perlu juga dipastikan bahwa di sekolah baru mereka tidak menjadi korban bullying lagi karena perbuatan sebelumnya.

“Harus dibangkitkan lagi kepercayaan dirinya, bagaimana perilaku yang tepat bagi dia. Supaya label atau cap tadi secara berangsur dihilangkan,” ujar Ajeng.

Saat ini setiap sekolah memang telah memiliki aturan terkait hukuman aksi perundungan. Namun, menurut Ajeng yang sering dilupakan adalah proses pemulihan bagi pelaku serta korban.

“Kalau korban bullying dikasihani saja tanpa perbaiki kondisi, percuma. Dua-duanya butuh pemenuhan life skill dan social skill. Salah satunya harus diterima di sekolah lain bila memang dikeluarkan,” kata Ajeng.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com