Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tabir Surya Buatan Indonesia yang Menggunakan Ekstrak Edelweiss

Kompas.com - 30/07/2017, 22:36 WIB
Wisnubrata

Penulis

BALI, KOMPAS.com - Meski menyehatkan, namun paparan sinar matahari dalam intensitas tinggi juga membahayakan. Kulit yang terkena sinar matahari terik bisa mengalami kemerahan, peradangan, dan yang paling buruk adalah memicu munculnya kanker kulit.

Karenanya, mereka yang beraktivitas di bawah sinar matahari disarankan mengenakan tabir surya atau sunscreen. Ada berbagai tabir surya yang dipasarkan saat ini, dengan berbagai bahan yang disebut paling bermanfaat untuk kulit.

Namun begitu, penelitian-penelitian terbaru cenderung memanfaatkan ekstrak tanaman yang memang teruji mampu tumbuh dan bertahan di iklim yang keras dengan paparan sinar matahari tinggi.

Baru-baru ini misalnya, peneliti dari Universitas Santiago, Chile, menemukan molekul dari dua jenis bunga yang tumbuh di Antartika yang melindungi tanaman itu dari radiasi matahari dan berpotensi digunakan dalam produk tabir surya untuk melindungi kulit manusia.

Kedua tanaman jenis rumput itu Colobanthus quitensis (pearlwort) dan Deschampsia antarctica (hair grass) mampu menahan radiasi ultraviolet tinggi. Namun kedua tanaman itu masih dalam penelitian untuk digunakan.

Tanaman lain yang juga mampu menahan radiasi ultraviolet adalah edelweiss dari Pegunungan Alpen (Leontopodium alpinum). Nah, ekstrak edelweiss ini malahan sudah digunakan dalam produk tabir surya yang diproduksi di Indonesia, yakni Bali Breeze.

“Bali Breeze ini menggunakan ekstrak Alpine edelweiss yang dibudidayakan. Tanaman ini terbukti bisa bertahan di suhu ekstrim dalam paparan sinar matahari,” ujar dr. Fredi Setyawan, pembuat formulasi dari produk ini, saat peluncuran Bali Breeze di Bali, Kamis (27/7/2017).

Ekstrak bunga Alpine Edelweiss mengandung sejumlah besar antioksidan dan repair DNA. Konsentrasi tinggi flavonoid dan asam fenolat di dalamnya bisa menangkal serta melindungi kulit dari sinar UV. Ia juga berfungsi sebagai anti-mikroba yang membunuh bakteri dan jamur pada kulit.

Sifat-sifat penahan sinar ultraviolet itulah yang membuat ekstrak bunga pegunungan ini cocok dijadikan salah satu bahan pembuat tabir surya.

Baca: Kulit Gelap Lebih Terlindung dari Bahaya Sinar Matahari

Ultraviolet matahari

Menurut dr Fredi yang juga pendiri Natasha Group ini, sinar matahari memancarkan radiasi ultraviolet (UV) A dan ultraviolet B. UV B hanya sampai permukaan kulit dan bisa menyebabkan kemerahan dan gosong pada kulit, tapi UV A bisa menyebabkan kerusakan pada DNA dan efeknya akan membuat kulit kasar, keriput, dan efek jangka panjangnya kulit berisiko terkena kanker, jadi lebih berbahaya.

UV B ditahan oleh SPF atau Sun Protection Factor, sedangkan UV A ditahan menggunakan PA. SPF sendiri adalah ukuran perlindungan tabir surya terhadap UV B, sedangkan PA adalah ukuran perlindungan terhadap UV A. Semakin besar angkanya, makin besar pula perlindungan yang diberikan.

Bali Breeze sendiri hadir dalam dua varian, yakni jenis untuk penggunaan harian dan jenis sport untuk penggunaan di luar ruangan dalam jangka waktu lebih lama.

“Kami membuat sunscreen yang melindungi kulit terhadap paparan UV A dan UV B. Angka SPF yang tertera adalah 50+ karena memang peraturan tidak boleh menyebutkan angka yang lebih tinggi untuk SPF di atas 50. Padahal dalam pengujian invivo (pengujian terhadap kulit manusia) didapati angka SPF 65 untuk jenis yang harian, dan 125,2 untuk Bali Breeze sport,” kata dr Fredi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com