Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr.Retha Arjadi, M.Psi
Psikolog

Retha Arjadi adalah psikolog klinis yang aktif berpraktik di Kalea dan International Wellbeing Center. Dalam praktiknya, ia berfokus pada penanganan berbagai masalah psikologis yang dialami oleh klien berusia dewasa. Selain berpraktik, ia juga mengajar sebagai dosen honorer di Fakultas Psikologi, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya.

Dampak Bullying pada Mereka yang Jadi Saksi

Kompas.com - 07/08/2017, 10:03 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorLusia Kus Anna

Secara umum, bullying (atau dalam bahasa Indonesia “perundungan”) dapat didefinisikan sebagai tindakan agresif, menyakiti, mengontrol, atau memaksa yang dilakukan secara berulang oleh satu pihak kepada pihak lainnya.

Bentuknya bisa bermacam-macam, mulai dari yang jelas terlihat, seperti memukul atau menghina dengan kata-kata, hingga yang sulit untuk dikenali, seperti mengerjai secara diam-diam, menjauhi dalam pergaulan, menatap sinis, menyindir-nyindir baik secara langsung maupun via media sosial, dan lain sebagainya.

Walau tidak terbatas terjadi pada usia kanak-kanak dan remaja, kasus bullying banyak dilaporkan muncul pada populasi tersebut di lingkungan sekolah.

Bullying jelas berdampak buruk pada korban, dan oleh karenanya penanganan terhadap korban bullying dianggap sangat penting dan telah dilakukan oleh banyak pihak yang peduli pada isu ini, termasuk para profesional di bidang kesehatan mental. Di sisi lain, untuk pelaku bullying, telah banyak upaya yang dilakukan untuk menjangkau dan mengedukasi mereka agar tidak lagi mengulangi perbuatannya.

Di luar korban, ternyata mereka yang tidak terlibat secara langsung dan hanya menjadi saksi dari praktek bullying juga dapat berpotensi ikut merasakan dampaknya. Sebagai pengamat, mereka dapat mengalami kekhawatiran bahwa mereka akan ikut menjadi korban.

Di satu sisi, mereka tidak ingin ikut-ikutan menjadi pelaku, dan di sisi lain, mereka berusaha menghindari kemungkinan menjadi korban, sehingga seringkali menjadi bingung menempatkan diri di tengah-tengah praktek bullying yang mereka saksikan secara berulang-ulang.

Kondisi ini membuat para saksi bullying menjadi berpotensi mengalami dampak negatif secara tidak langsung, misalnya mereka dapat menjadi mudah cemas, cenderung murung, kurang percaya diri, dan lebih menarik diri dari pergaulan.

Orangtua atau guru mungkin menangkap perubahan mereka dan menjadi bingung karena misalnya tahu pasti bahwa mereka bukanlah korban bullying. Ketika hal tersebut terdeteksi, maka perlu dilakukan pendekatan kepada para saksi bullying tersebut mengenai seperti apa praktek bullying yang mereka lihat selama ini, sudah berapa lama itu mereka saksikan, dan apa pengaruhnya terhadap kondisi psikologis mereka.

Dari hal-hal yang perlu digali tersebut, fokus paling utamanya adalah lebih untuk menggali pengaruhnya pada kondisi psikologis mereka karena informasi itu akan dapat membantu orangtua, guru, atau ahli kesehatan mental untuk segera memberi penanganan yang sesuai agar kondisi mereka lekas membaik.

Para saksi bullying biasanya tidak selalu mau menceritakan apa yang mereka lihat secara terbuka. Ada perasaan tidak nyaman yang mungkin membuat mereka enggan bercerita atau bisa jadi mereka kuatir akan dianggap sebagai ‘tukang ngadu’ jika yang mereka ceritakan sampai ke telinga kepala sekolah atau guru-guru di sekolah, apalagi jika praktek bullying yang mereka saksikan tersebut belum pernah terungkap selama ini.

Oleh karena itu, kembali ke poin sebelumnya, penting untuk berfokus pada kondisi psikologis mereka dan segera menanganinya terlebih dahulu, baru kemudian mulai mencoba menggali lebih jauh mengenai praktek bullying yang terjadi agar dapat ditindaklanjuti sebagaimana mestinya.

Bullying adalah hal yang serius dan dapat berdampak pada banyak pihak, termasuk pada mereka yang sebetulnya tidak secara langsung menjadi korban.

Ini adalah salah satu alasan kuat yang membuat program anti-bullying yang efektif biasanya tidak hanya dibuat menyasar pelaku atau korban secara terpisah, tetapi dilakukan secara menyeluruh dengan melibatkan semua pihak yang terkait, termasuk memperhatikan mereka yang berpotensi menjadi saksi dan mereka yang telah menjadi saksi dalam jangka waktu lama.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com