Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hasanudin Abdurakhman
Doktor Fisika Terapan

Doktor di bidang fisika terapan dari Tohoku University, Jepang. Pernah bekerja sebagai peneliti di dua universitas di Jepang, kini bekerja sebagai General Manager for Business Development di sebuah perusahaan Jepang di Jakarta.

Mengeluhkan Anak Zaman Sekarang

Kompas.com - 11/08/2017, 07:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Kita sering mengeluh soal anak-anak kita. "Anak zaman sekarang susah diatur." Atau, anak-anak zaman sekarang tidak disiplin, tidak mau prihatin, atau banyak keluhan lain.

Itu anak siapa? Anak kita. Siapa yang mendidiknya? Kita. Jadi, yang salah siapa?

Keluhan itu punya beberapa makna. Pertama, kita tak kuasa berpikir lebih jauh untuk memahami anak-anak kita. Mereka begitu, karena mereka anak-anak zaman sekarang. Ada apa dengan zaman sekarang sehingga anak-anak itu berbeda dari kita maupun harapan kita, tak kita pikirkan lebih jauh.

Kedua, menghindar dari tanggung jawab. Anak-anak itu begitu karena sesuatu di luar kita, yang tak kuasa kita kendalikan. Maka mereka begitu bukan tanggung jawab kita.

Ketiga, kita merasa lebih baik. Kita adalah generasi yang lebih baik. Kita menganut nilai-nilai baik, mempraktekkan perilaku baik. Kita kecewa pada anak-anak yang tidak berperilaku seperti kita dulu.

Mengapa anak-anak sekarang berbeda dengan kita saat masih seusia mereka? Tentu saja berbeda. Kita dulu juga berbeda dengan generasi orang tua kita. Pengetahuan manusia berkembang. Teknologi juga berkembang. Kondisi ekonomi juga berubah. Tentu saja perilaku manusia berubah.

Kita hidup di lingkungan yang berbeda saat usia belia, berbeda dengan habitat anak-anak kita sekarang. Kita dulu baca buku, koran, dan majalah, mereka kini baca internet. Kita dulu, satu rumah belum tentu punya telepon. Anak-anak sekarang bahkan punya telepon sendiri. Tentu saja pengetahuan, informasi yang dimiliki anak-anak kita berbeda dengan kita saat seusia mereka. Demikian pula cara kita berkomunikasi.

Kita dulu hidup prihatin, karena keadaan ekonomi kita yang pas-pasan. Orang tua kita hidup prihatin. Kini kita tidak hidup prihatin, kenapa berharap anak-anak kita hidup prihatin?

Tak ada yang salah dengan anak-anak kita yang berbeda. Tata cara hidup boleh berubah. Tapi ada yang tak boleh berubah, yaitu nilai-nilai fundamental.

Alih-alih mengeluhkan anak-anak yang berbeda, saya memilih untuk membuat pendekatan yang berbeda dalam mendidik anak. Misalnya, dulu saya tak sangat akrab dengan ayah saya. Tak mungkin misalnya saya bercanda sambil memegang kepalanya. Tapi dengan anak-anak saya sangat akrab, sehingga hal-hal itu dimungkinkan. Tapi saya tetap mengajarkan sopan santun pada mereka.

Demikian pula soal gaya hidup. Saya tak mengajak anak saya hidup prihatin. Tapi tetap saya ajari mereka soal menghargai materi, memanfaatkannya dengan tepat, tapi tidak bermegah-megahan dengannya.

Ketimbang mengeluhkan perbedaan, lebih penting bagi kita untuk memahaminya. Bagaimana pola anak-anak sekarang dalam menggali informasi. Apa efek media pada mereka. Bagaimana pola pergaulan antar mereka. Apa kosa kata yang mereka gunakan. Juga musik apa yang mereka nikmati.

Kita bisa menikmati zaman yang dinikmati anak-anak kita, memahami mereka, dan terus melakukan komunikasi yang sehat dengan mereka.

Baca: Memperlakukan Anak dengan Adil

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com