Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/09/2017, 20:00 WIB
Lusia Kus Anna

Penulis

KOMPAS.com - Terapi pengobatan penyakit ginjal kronik adalah hemodialis atau cuci darah. Namun, hemodialis bisa menyebabkan penularan virus hepatitis C.

Menurut Dr.Rino Alvani Gani, Sp.PD-KGEH, diperkirakan ada sekitar 30-60 persen pasien penyakit ginjal kronik (PGK) yang tertular virus hepatitis.

"Sampai saat ini masih belum jelas di tahap mana terjadinya penularan. Di negara maju seperti Jepang, kasusnya hanya 1-5 persen saja yang melalui hemodialisa, tapi di Indonesia angkanya sangat besar," kata Rino dalam siaran pers yang diterima Kompas.com.

Keparahan penyakit dan kualitas hidup pasien PGK yang tertular hepatitis C umumnya jauh lebih buruk dibanding dengan mereka yang hanya memiliki PGK saja. Angka harapan hidupnya juga rendah.

Hepatitis C ditularkan melalui kontak darah dan cairan tubuh. Untuk menurunkan risiko penularan pada pasien yang menjalani cuci darah, Rino merekomendasika untuk melakukan terapi cuci darah di satu tempat saja.

"Jangan pindah-pindah tempat cuci darah. Selain itu, pihak penyedia layanan hemodialisa sebaiknya menggunakan alat-alat sekali pakai," kata ahli hepatologi yang saat ini menjabat sebagai Ketua Komite Ahli Hepatitis di Kementrian Kesehatan RI ini.

Terapi pengobatan hepatitis C pada pasien PGK menurut dia sangat direkomendasikan agar pasien bisa menjalani transplantasi ginjal.

Kemajuan pengobatan hepatitis C saat ini juga bisa dimanfaatkan untuk mengobati pasien PGK yang tertular virus ini. Salah satu terobosan dalam terapi hepatitis C adalah ditemukannya obat-obatan DAA (Direct-Acting Antiviral) seperti sofosbuvir.

Dengan obat tersebut, angka kesembuhan mencapai 90-98 persen. Pengobatannya pun lebih nyaman bagi pasien karena cukup diminum, tanpa suntikan.

Meski begitu, obat sofosbuvir tidak bisa diberikan pada pasien PGK karena obat disekresi di ginjal. "Pemberian obat ini bisa memperburuk kondisi ginjal mereka yang sudah bermasalah," ujar Rino.

Obat dari golongan DAA terbaru yang aman bagi pasien PGK yaitu kombinasi Grazoprevir dan Elbasvir. Obat ini disekresi di hati sehingga aman untuk ginjal dan memberi efektivitas setara dengan obat DAA lainnya.

Menurut Rino, obat tersebut diperkirakan baru bisa diakses pasien pada akhir tahun 2017.

Dengan tersedianya obat untuk penderita hepatitis yang menderita PGK, diharapkan target eliminasi hepatitis di tahun 2030 tercapai.

"Memang untuk eliminasi semua jenis hepatitis sampai nol persen tidak mungkin. Namun, tujuannya untuk menurunkan jumlah penderit sebanyak mungkin, sehingga biaya kesehatan bisa ditekan," katanya.

Selain pengobatan, program deteksi dini dan promosi kesehatan yang terkait hepatitis juga harus menjadi prioritas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com