Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 27/10/2017, 16:27 WIB
Ati Kamil,
Kahfi Dirga Cahya,
Ariska Puspita Anggraini

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta yang baru, Anies Baswedan dan Sandiaga Salahudin Uno, menemui presiden Jokowi di Istana Presiden, Rabu (25/10/2017) pukul 11.05 WIB.

Banyak hal yang dibahas dalam pertemuan yang berlangsung beberapa jam tersebut, terutama soal pembangunan di Jakarta.

Namun, di luar pertemuan tersebut ada hal menarik yang kini ramai diperbincangkan netizen. Hal tersebut tak lain adalah busana yang dikenakan oleh Anies dan Jokowi.

Keduanya memakai batik dengan motif yang masing-masing memiliki makna filosofis.

Dalam pertemuan tersebut, Anies terlihat menggunakan batik motif sekar jagad dengan tone utama bermotif parang. Sedangkan Jokowi menggunakan batik dengan motif kapal berlatar sogan (coklat).

Presiden Joko Widodo menerima kunjungan Gubernur DKI Anies Baswedan dan Wagub DKI Sandiaga Uno dalam rangka audiensi di ruang kerja Presiden di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (25/10/2017). Saat menerima kunjungan Gubbernur DKI dan Wagub DKI, Presiden Joko Widodo didampingi oleh Menseskab Pramono Anung dan Menhub Budi Karya Sumadi.SETPRES/AGUS SOEPARTO Presiden Joko Widodo menerima kunjungan Gubernur DKI Anies Baswedan dan Wagub DKI Sandiaga Uno dalam rangka audiensi di ruang kerja Presiden di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (25/10/2017). Saat menerima kunjungan Gubbernur DKI dan Wagub DKI, Presiden Joko Widodo didampingi oleh Menseskab Pramono Anung dan Menhub Budi Karya Sumadi.
Motif parang merupakan motif batik tertua di Indonesia yang diciptakan pada abad ke-17 oleh Panembahan Senopati. Berdasarkan sejarahnya, motif parang tersebut termasuk dalam motif larangan yang hanya bisa digunakan oleh raja.

Seiring perkembangan zaman, motif tersebut bisa digunakan oleh siapa saja. Namun, bagi mereka yang bukan berasal dari kalangan bangsawan tetap tidak bisa menggunakan motif parang saat berkunjung ke keraton.

Baca juga : Batik Apakah yang Anda Kenakan Hari Ini?

Salah satu peneliti karakter dan motif batik dari Universitas Sebelas Maret (UNS), Prof. Dr. Bani Sudardi mengatakan bahwa motif batik yang digunakan oleh Gubernur Jakarta yang baru tersebut adalah motif kombinasi, bukan motif parang murni yang termasuk motif larangan.

"Motif parang tersebut bermacam-macam. Ada parang barong, parang curiga, parang rusak. Namun, motif yang dikenakan gubernur baru tersebut adalah kombinasi. Jadi, motif tersebut bukan termasuk motif larangan," ujar guru besar UNS tersebut.

Pria yang juga menduduki jabatan sebagai kepala program studi S3 Kajian Budaya UNS tersebut menerangkan bahwa motif parang sendiri adalah motif batik berpola geometri yang memiliki makna tinggi.

Motif batik Parang rusak barong. Di lingkungan keraton, motif batik ini hanya boleh dikenakan oleh seorang rajaKOMPAS.com / Wijaya Kusuma Motif batik Parang rusak barong. Di lingkungan keraton, motif batik ini hanya boleh dikenakan oleh seorang raja
"Motif Parang itu berasal dari kata pereng yang berarti lereng dan berarti kekuatan. Motif ini memiliki bentuk dasar huruf S yang diambil dari ombak lautan dan menggambarkan cobaan dalam hidup. Jadi, makna filosofisnya yaitu agar tidak mudah menyerah meskipun dalam hidup ini banyak cobaan," ucapnya.

Senada dengan yag diucapkan oleh Bani Sudardi, pemilik Batik Mahkota Solo, Alpha Fabela Priyatmono juga mengatakan bahwa motif batik yang digunakan oleh Anies bukanlah motif larangan.

"Motif batik yang dipakai Pak Anies itu sudah memasyarakat. Memang, tone utamanya parang yang bermakna kekuatan dan kekuasaan dalam arti positif. Namun, ornamen bunga atau sekar yang mengelilingi tone utama tersebut merupakan motif kontemporer," ucapnya

Alpha juga berpendapat bahwa ornamen bunga yang mengelilingi motif utama dalam busana Anies saat itu adalah bunga matahari yang bermakna menyinari.

"Bisa jadi makna motif batik yang dipakai saat itu menyimbolkan kepemimpinan yang mampu mengayomi rakyatnya," tambah Alpha.

Halaman:
Baca tentang

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com