Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
Kompas.com - 02/11/2017, 21:03 WIB
Penulis Wisnubrata
|
EditorWisnubrata

KOMPAS.com - Sunat mungkin adalah prosedur pembedahan elektif yang paling sering dilakukan pada pria. Sederhananya, sunat dapat digambarkan sebagai pengangkatan kulit kulup penis, alias preputium. Sunat biasanya tidak diwajibkan secara medis, namun dapat dilakukan untuk berbagai alasan (tradisi budaya, keyakinan agama, kebersihan pribadi).

Pertanyaannya kemudian, apakah “bebas kulup” benar mempengaruhi gairah — untuk pria atau wanita? Benarkah penis yang disunat lebih sehat? Apa bedanya penis yang disunat dan tidak?

Satu-satunya perbedaan antara penis yang disunat dan tidak adalah, penis yang tidak disunat masih memiliki kulup yang menempel di ujung kepala penis. Sementara, yang disunat tidak. Selain itu, tidak ada lagi karakteristik fisik spesifik yang membedakan keduanya. Bagaimana dengan cara kerja atau sensasi yang didapat dari keduanya?

1. Sensitivitas

Penis yang tidak disunat

Kulup mewakili setidaknya sepertiga dari kulit penis. Kulup berfungsi melindungi kepala penis dari abrasi dan kontak langsung dengan pakaian. Kulup juga bisa meningkatkan rangsangan seksual dengan menggeser atas dan bawah pada batang, merangsang kelenjar dengan bergantian menutup dan mengeksposnya. Hal ini dapat terjadi selama masturbasi atau hubungan seksual.

Kulit kulup akan mengerut mundur saat mendapat ereksi, keberadaannya tidak akan membawa pengaruh besar pada gairah seks Anda dan pasangan, walaupun dengan adanya kulup ini gesekan bisa diminimalisir, dan pelumasan tambahan tidak diperlukan — berkat kehadiran smegma, sekresi cairan yang berada di balik kulit kulup.

Penis yang disunat

Tanpa kulup, kulit kepala penis yang biasanya lembab karena selaput lendir menjadi kering dan semakin menebal sebagai reaksi dari gesekan terus-menerus. Bagian paling sensitif dari penis sekarang adalah bekas luka sunat. Perubahan ini bisa mengakibatkan sensitivitas menurun selama hubungan seksual, terutama dari “reseptor saraf sentuhan,” yang sangat responsif terhadap sentuhan ringan.

Namun, para pakar berargumen bahwa sentuhan ringan tidak harus menjadi satu-satunya jenis rangsangan yang dibutuhkan saat berhubungan seks. “Selama hubungan seksual seseorang cenderung tidak menggunakan sentuhan ringan; sentuhan justru lebih dalam, dan bagian yang berbeda dari tubuh menjadi sensitif dengan cara yang berbeda,” kata Debby Herbenick, Ph.D, profesor seks, dilansir dari Men’s Health.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman:
Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke