Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
DR. dr. Tan Shot Yen, M.hum
Dokter

Dokter, ahli nutrisi, magister filsafat, dan penulis buku.

Anti Tradisi, Kini Harajuku Panganku

Kompas.com - 29/11/2017, 20:25 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorBestari Kumala Dewi

 

Ada rasa sedih (bukan bangga) yang menyusup begitu dalam dan pedih tak terperikan. Yang tidak bisa membuat air mata menetes sambil menyanyi seperti para artis pemilik toko kue model aneka polah itu.

Saat kita semua sedang berjuang keluar dari deraan penyakit akibat kekacauan pangan, ini malah kericuhan diperkeruh dengan pesta gula dan segala bahan rafinasi.

Suatu ironi dikotomi konyol di mana para artis jadi lakonnya. Mohon maaf, lebay sekali jika mereka mempertontonkan tubuh ramping sambil sesumbar ‘berkat gaya hidup sehat’ (yang belum tentu memuat kejujuran), sementara mereka memiliki dagangan penebar masalah kesehatan.

Publik yang nalarnya pas-pasan suatu hari akan mengidap gangguan bipolar jika terus-terusan didera ketidak- selaras-an informasi.

Yang lebih parah, identitas pangan lokal bukan hanya bergeser, tapi justru mendapat lirikan sinis dari para pakar pangan dunia.

Seperti yang sudah terjadi, Makanan Pendamping Air Susu Ibu yang ‘rumahan’ dianggap tidak memenuhi syarat gizi tumbuh kembang bayi dan anak. Pernyataan yang amat menghina dan bikin ‘nyolot’.

[Baca juga : Mengapa Dunia Pengobatan Selalu Menarik?]

Tapi apa boleh buat: memang kenyataannya begitu. Mengapa? Karena ibu-ibu muda kita sekarang adalah kelompok generasi milenial, yang berpikir sayur buat bayi hanya bayam dan telur dianggap biang kerok bisul.

Jelas saja, bayam dan tempe kukus melulu tidak membuat anak tumbuh optimal selain rasanya tidak enak.

Sebagai pembuktian, saya punya contoh pangan beragam dan data yang justru memberi informasi bahwa: kandungan kalsium bisa mencapai 140 persen lebih, bahkan zat besi lebih dari 100 persen.

Makanan bayi sehat yang tidak melulu bayam atau hati ayam. Melainkan ikan gabus yang jauh lebih murah, tapi sarat protein dan kembang kol yang tidak pernah terpikirkan mempunyai kandungan vitamin C – sedangkan bayam tidak.

Begitu pula bubur Manado menjadi lebih optimal dengan abon ikan sebagai Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Posyandu, ketimbang bubur kacang ijo yang itu-itu lagi.

Sangat miris dan menyesakkan dada, menyaksikan para nelayan dengan hasil tangkapan melimpah ruah sementara anak-anaknya pendek dan bodoh.

Suatu tamparan keras jika kita bisa melihat berderet-deret warung bakso mulai dari Aceh hingga Papua.

Bayangkan orang asing yang sedang survei, mengandaikan bakso dan mi ayam adalah ‘pangan lokal’ Nusantara. Fenomena yang masuk akal jika menyebut ayam goreng renyah saja kita menggunakan istilah ‘ayam krispi’.

[Baca juga : Tetap Fotogenik Tanpa Harus Jalani Ketogenik]

Jangan sampai kita mempunyai keturunan generasi yang memaksakan minum susu sekalipun diare setiap hari akibat intoleransi laktosa di atas usia 2 tahun – yang semakin merusak kemampuan usus menyerap nutrisi.

Sementara jika gurunya cukup pintar, maka hanya dengan 1 ons daun ubi yang dibuat botok atau buntil , anak memperoleh kalsium setara dengan 4 butir telur ayam.

Harajuku adalah pola pemberontakan. Biarlah jika soal fashion dan mode. Tapi bukan untuk badan manusia. Tubuh tidak akan mampu menanggung pola tabrak sana sini. Justru yang akan berontak tubuh itu sendiri.

Mengolah tubuh dan hidup ada pakem yang tidak pernah bisa berubah – seperti lamanya orang hamil juga tidak berubah di kisaran 9 bulan 2 minggu dan proses pencernaan normal juga tidak lebih cepat dari 3 jam.

Itu adalah hukum kodrat, yang hanya bisa dipahami dan diturunkan dengan pola asuh yang benar serta bijak - bukan sekadar kasih sayang berupa peluk cium.

Keluarga bijak mampu membuat perencanaan sehat tentang seminggu ini mau masak apa, bukan hari ini makan di mana.

 [Baca juga : Rahasia Makna di Balik Nama dalam Label Makanan]

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com