Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 16/12/2017, 11:53 WIB
Lusia Kus Anna

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Penggunaan kontrasepsi jangka pendek masih mendominasi peserta KB di Indonesia. Saat ini KB suntik satu atau tiga bulanan semakin populer.

Data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun 2013 menunjukkan, pengguna KB suntik mencapai 48,56 persen, pil 26,60 persen, dan kondom 0,6 persen.

“Ini menyedihkan, justru penggunaan suntik semakin tinggi. Grafiknya naik terus dalam 3 tahun terakhir. Kebanyakan diberikan oleh bidan swasta. Dan suntik yang diberikan pun suntik sekali sebulan,” jelas Direktur Bina Kepesertaan KB Jalur Swasta BKKBN, Widwiono dalam media diskusi di Jakarta (15/12).

Padahal, penggunaan kontrasepsi jangka pendek seperti suntik sering tidak berlanjut. "Alasannya banyak, misalnya lupa untuk suntik lagi atau lupa minum pil. Banyak juga yang alasannya ekonomi," ujar Profesor dr.Biran Affandi, Sp.OG(K), dalam acara yang sama.

Akibatnya, angka kehamilan yang tidak direncanakan tetap tetap tinggi. Selain itu, angka kematian ibu juga sulit diturunkan.

"Penyebab kematian ibu terbesar adalah karena kehamilan terlalu dekat, melahirkan terlalu sering, terlalu muda, dan juga terlalu tua," kata Prof. Biran.

Widwiono menjelaskan, saat ini BKKBN berupaya untuk menekan penggunaan kontrasepsi suntik dan mendorong metode kontrasepsi jangka panjang seperti IUD, implan, atau sterilisasi.

"BKKBN bekerjasama dengan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan dokter umum yang melayani KB untuk meningkatkan pemakaian kontrasepsi jangka panjang. Sudah 48.000 bidan dan 11.000 dokter umum dilatih cara insersi IUD dan implan," paparnya.

Selain itu, tahun depan BKKBN juga akan membuat program penempatan satu dokter ahli kandungan kebidanan untuk satu kabupaten atau kota. Para dokter itu akan melayani tubektomi atau vasektomi.

"BKKBN siap menyediakan semua kebutuhan KB, namun yang paling mendesak adalah edukasi ke masyarakat. Saat ini pengetahuan tentang kontrasepsi jangka panjang masih sangat rendah," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com