BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Jointfit

Ketika Kita Terjangkit Doyan Lari...

Kompas.com - 22/12/2017, 17:00 WIB
Dimas Wahyu

Penulis

 KOMPAS.com - Berapakah jumlah peserta ketika ajang lari diadakan di beberapa tempat di Indonesia? Ada 4.000 hingga 8.000-an orang yang tercatat. Bahkan, 16.000 orang terdata ikut dalam putaran yang diadakan sebuah bank pada Oktober 2017 lalu.

Panas, hujan, hingga cedera fisik tidak terhindarkan, tetapi tidak juga membuat pesertanya—yang terbilang terjangkit doyan lari ini—untuk stop.

Baca: Catatan dari Jakarta Marathon 2017

Tidak hanya karena ingin turut dalam ajang-ajang tertentu dan demi berlatih menuju hari H, kalau kita doyan berlari, kapan pun ada waktu, ya dikerjakan, dan bahkan sudah menjadikannya sebagai gaya hidup.

Baca: Lari Itu Gaya Hidup Kami...

Lalu apa alasannya ya kita bisa sedemikian giat untuk berlari? Jawaban tiap orang sendiri bisa bermacam-macam.

Ada yang karena sering sakit jadinya harus banyak beraktivitas sesuai saran dokter. Lalu, tentu saja, ada yang ingin melakukan hal ini demi melengkapi usahanya untuk diet. Di samping itu, ada pandangan bahwa lari adalah olahraga yang simpel.

"Olahraga lari sebenarnya tidak perlu peralatan khusus, bahkan tanpa alas kaki saja kita bisa. Olahraga lari itu mudah dan bisa kapan saja," kata Gilang Prihandrian, Ketua Komunitas Solo Runner, ketika berbincang dengan Kompas.com, Selasa (24/10/2017).

Benar begitu? Faktanya, perlengkapan lari jadi penunjang yang turut menarik perhatian. Bukan cuma sepatu, melainkan juga kostum dan lainnya. Terlebih lagi, sepatu sebagai penunjang vital, diganti setiap waktu karena punya usia pakai.

Umumnya, kita mesti mengganti sepatu lari setelah dipakai 350-550 mil atau kurang dari 500-900 km, menurut "When to Buy New Running Shoes" di situs Livestrong.

"Jika sepatu sudah miring ke satu sisi, berarti sol tengahnya sudah aus. Kalau bagian siku kaki terasa sakit, atau di bagian pergelangannya, itu tandanya sepatu sudah tidak bisa lagi berfungsi meredam pertemuan antara kaki dan jalan," begitu penjelasan di artikel tersebut.

Ilustrasi Shutterstock Ilustrasi

Sekalipun tanpa urusan lupa ganti sepatu baru, sakit di bagian sendi-sendi adalah sesuatu yang mungkin muncul.

Ini dia yang mungkin tidak disadari kita yang doyan lari. Pagi hingga sore bahkan malam, pekerjaan tidak bisa ditinggalkan, apalagi kalau dalam sehari bisa meeting dari satu tempat ke tempat lain.

Sendi jadi kerja keras dan kalau sudah nyeri, mungkin disertai kekakuan, merah, dan pembengkakan.

Faktanya, hasil Riset Kesehatan Dasar 2013 dari Kementerian Kesehatan terhadap 1.027.766 responden di 33 provinsi seluruh Indonesia menunjukkan prevalensi penyakit sendi berdasarkan diagnosis atau gejala sebesar 24,7 persen.

Namun, apa boleh buat jika telanjur doyan lari. Tinggal siap-siap pereda nyeri sendi yang juga bermanfaat untuk memelihara kesehatan sendi seperti Jointfit Roller Gel.

Lalu soal sepatu, kalau sedang tidak dipakai lari, ya disimpan saja di tas sepatu supaya bentuknya awet, yang bisa didapat gratis kalau main putar-putar video di sini.

Jadi, stay active, less worry.... Kalau kita siap, maka pertanyaan yang tersisa selanjutnya tinggal "mau target lari berapa kilometer lagi habis ini?" Begitu kira-kira yang biasa ditanya sama mereka yang doyan lari. Memang... lari enggak ada habisnya....


komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com