Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 05/01/2018, 18:20 WIB
|
EditorLusia Kus Anna

JAKARTA, KOMPAS.com - Diet puasa (intermittent fasting) sedang naik daun. Diet ini memiliki prinsip untuk membatasi porsi makanan, namun membebaskan jenis makanannya. Diklaim lebih cepat melangsingkan tubuh, seberapa aman metode diet ini?

Dikutip dari situs hellosehat.com, secara umum, ada tiga metode populer terkait diet puasa. Metode pertama adalah metode 16/8 yang membagi waktu 16 jam waktu berpuasa dan 8 jam waktu mengonsumsi makanan.

Metode kedua, Eat-Stop-Eat, yakni mengharuskan untuk tidak mengonsumsi makanan selama 24 jam dalam beberapa hari per minggu. Seperti berhenti mengonsumsi makanan dari waktu makan malam hingga makan malam berikutnya, kemudian dilanjutkan dengan setelah satu hari tidak berpuasa.

Ketiga, 5:2 Diet, dilakukan dengan cara mengurangi jumlah asupan hingga 25 persen dari jumlah normal, sekitar 500-600 kalori per hari atau setara dengan satu kali porsi makan.

Dokter spesialis gizi klinik, Juwalita Surapsari MGizi SpGK mengatakan metode 16/8 dan eat-stop-eat bertujuan untuk menghilangkan jam makan yang akhirnya jumlah total kalori yg masuk akan lebih sedikit dari biasanya.

Dia tak menampik bahwa berat badan akan turun, namun dianggap sebagai cara yang tidak sesuai karena periode puasa tergolong lama. Periode puasa pada 16/8 mencapai 16 jam, sedangkan eat-to-eat mencapai 24 jam. Hasilnya, tubuh akan mencari sumber energi lain untuk bahan bakar tubuh.

"Sumber energi utama tubuh kita kan glukosa. Nah ketika cadangan glukosa dalam tubuh (glikogen) sudah habis dipecah, maka tubuh akan membuat glukosa dari bahan baku asam amino hasil pemecahan protein otot," kata Juwalita kepada Kompas Lifestyle, Jakarta, Jumat (5/1/2018).

Ilustrasi langsingshironosov Ilustrasi langsing
Dia menambahkan, "Sangat disayangkan kalau otot banyak dipecah, padahal kita mau otot kita terjaga bagus."

Orang yang menjalankan metode diet puasa tersebut akan  mengalami penurunan massa otot. Efek sampingnya juga jelas karena tubuh akan kekurangan energi, yang akhirnya akan lemas, konsentrasi menurun dan cepat lelah.

Adapun untuk metode 5:2, Juwalita mengategorikan sebagai "very low calorie diet" yang membutuhkan supervisi dokter. Dia mengkhawatirkan bila dilakukan sendiri tanpa pengawasan medis yang baik akan kekurangan zat gizi.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com