Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hasanudin Abdurakhman
Doktor Fisika Terapan

Doktor di bidang fisika terapan dari Tohoku University, Jepang. Pernah bekerja sebagai peneliti di dua universitas di Jepang, kini bekerja sebagai General Manager for Business Development di sebuah perusahaan Jepang di Jakarta.

Didik Mereka, Lalu Lepaskan

Kompas.com - 19/02/2018, 05:29 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
Editor Wisnubrata

Mendidik anak itu untuk kita lepaskan. Mirip dengan saat ketika kita mengajari mereka naik sepeda. Kita harus lepaskan.

Karena mereka mengayuh sepeda itu, menjalankan sepeda sendiri, adalah esensi naik sepeda. Kita tidak bisa menyebut anak kita bisa naik sepeda, kalau kita terus memegangi sepedanya, bukan?
 
Lagipula, kita tidak akan sanggup untuk terus memegangi sepeda mereka. Kita akan lelah, dan kehabisan tenaga.
 
Anak kita suatu saat akan jadi manusia dewasa. Dia akan punya hidup sendiri. Mereka harus memutuskan setiap langkah yang akan mereka ambil, dan yang paling penting, bertanggung jawab atas keputusan itu.

Maka tugas kita adalah memberi mereka bekal, agar mereka mampu membuat keputusan, melaksanakannya, dan bertanggung jawab atas keputusan itu. Termasuk, membuat keputusan lain sebagai konsekuensi keputusan sebelumnya.
 
Tapi banyak dari orang tua yang lupa soal itu. Mereka mendidik anak seperti orang hendak mencetak sesuatu. Bentuk hasil cetakan harus sesuai keinginan mereka.

Maka, banyak orang berlomba-lomba menjejalkan ambisi mereka pada anak, sejak dini. Mumpung mereka masih kecil, tidak punya kekuatan untuk menyatakan kehendak. Harapan mereka, para orang tua itu, bentuk yang mereka buat itu tidak akan berubah.
 
Sayangnya, itu tidak selalu terjadi. Ada jutaan cerita di mana kelak orang tua kecewa, saat menemukan anaknya tak sesuai harapan dia. Tak jarang itu berujung pada perpisahan antara orang tua dan anak. Mereka jadi bermusuhan.
 
Ada pula orang tua yang masih ingin mengontrol anaknya saat mereka sudah dewasa. Ke mana mereka harus sekolah, pekerjaan apa yang harus mereka tekuni, sama siapa dia harus kawin, bahkan bagaimana anak-anak mereka (cucu para orang tua ini) harus dididik.
 
Bayangkan dengan cerita naik sepeda tadi. Ini adalah orang tua yang terus memegang sepeda anaknya, saat anaknya sudah naik sepeda berkeliling kompleks perumahan. Kalau kita lihat orang tua seperti itu, kita akan sepakat bahwa dia gila.
 
Sadarkah bahwa kita hidup di zaman yang berbeda dengan anak-anak kita? Masa kecil kita berbeda dengan masa kecil mereka. Masa depan mereka juga berbeda dengan masa ketika kita hidup sebagai orang dewasa.
 

Ilustrasi memancing bersamaPurestock Ilustrasi memancing bersama
Ketika kita menekan anak kita untuk menempuh hidup sesuai pikiran kita, referensi kita mungkin masa lalu, pada mimpi kita ketika kita masih kecil. Atau, pada masa kini, saat kita menjadi orang tua mereka.

Sebaik apapun visi kita tentang masa depan, tidak akan jauh. Kita tidak bisa membayangkan dunia yang akan dijalani anak-anak kita. Khususnya sekarang, ketika perubahan berlangsung sangat cepat.
 
Sadarkah Anda bahwa profesi yang kelak dijalani anak Anda kelak, mungkin bahkan belum ada sekarang. Lalu, profesi-profesi yang Anda lihat sekarang, dua atau tiga tahun lagi akan musnah. Sadarkah bahwa hari ini sejumlah profesi sedang memudar eksistensinya?
 
Bila Anda masih berpatokan pada masa lalu, atau masa kini dalam visi Anda, dan memaksakan itu pada anak Anda, maka sebenarnya Anda sedang mencoba menghadirkan anak Anda dalam sosok fosil di masa depan. Anda sedang menyiapkan anak untuk menjadi manusia salah zaman.
 
Maka, menurut saya, lebih baik kalau siapkan mereka untuk menjadi orang yang tahu bagaimana hidup di zaman mereka. Bagaimana cara hidup di zaman mereka? Biarkan mereka mencari dan memutuskan.

Kita hanya perlu membekali mereka dengan kemampuan dasar, yaitu kemampuan belajar, kemandiriaan, ketertiban, dan penghargaan kepada umat manusia.
 
Kita beri mereka kemampuan belajar, tanpa perlu menekankan apa yang harus mereka pelajari. Kita beri mereka kemampuan untuk mandiri, kita tidak tentukan apa yang akan mereka tempuh untuk hidup mandiri. Kita ajari mereka untuk tertib, tapi tidak memaksakan nilai yang kita anut sekarang.

Karena, bahkan nilai pun berubah menurut zaman. Hanya satu hal yang tidak boleh berubah, yaitu bahwa manusia harus dihargai sebagai manusia.
 
Mendidik anak kita adalah menghargai mereka sebagai manusia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com