Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebaya, Membalut Ketangguhan Perempuan dengan Keanggunan

Kompas.com - 20/02/2018, 19:14 WIB
Nabilla Tashandra,
Wisnubrata

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Kebaya menjadi salah satu warisan budaya yang memberikan kekhasan tersendiri bagi perempuan. Namun saat ini sudah semakin jarang orang yang mengenakan kebaya pada kesehariannya, terutama di kota-kota besar.

Untunglah di tengah penetrasi busana-busana modern, masih ada segelintir orang yang dengan semangat menjaga warisan budaya seperti kebaya. Mereka bahkan gemar mengenakan kebaya pada kegiatan sehari-harinya.

Ini menjadi salah satu nilai yang diusung oleh Komunitas Notaris Indonesia Berkebaya, yang meresmikan komunitasnya pada Selasa (20/2/2018).

Ketua Umum Komunitas Notaris Indonesia Berkebaya, Rustiana menganggap kebaya bisa membawa dampak positif terhadap perilaku setiap perempuan yang memakainya untuk menjaga diri. Sebab kebaya menunjukkan keanggunan yang idealnya selaras dengan perilaku.

Bagi ia dan rekan-rekan notaris di komunitas tersebut, berkebaya juga menunjukkan kualitas.

“Berkebaya menunjukkan kualitas seorang notaris. Menunjukkan kematangan dan kualitas. Lebih dewasa dan matang dalam melayani,” ujarnya di Galeri Buana Alit, Jalan Moh. Kahfi 1, Jakarta Selatan.

Baca juga : Ashanty Bangga Kenakan Kebaya Rancangan Sendiri di Resepsi Kahiyang

Sementara itu, Pakar Batik Indra Tjahjani yang pada kesehariannya menggunakan kebaya dan batik, mengaku lebih nyaman dengan pakaian tersebut.

Untuk bawahan, misalnya, ia lebih nyaman mengenakan kain batik ketimbang rok atau celana biasa karena ia memiliki alergi dengan keringat sendiri.

Alergi tersebut tak dirasakannya saat mengenakan batik.

Senada dengan Rustiana, Indra juga meyakini kebaya bisa membawa kesan anggun bagi yang memakainya. Sebab, dengan memakai kebaya dan batik seseorang dipaksa untuk berjalan secara perlahan.

“Jalannya perlahan tapi di balik itu tetap punya ketangguhan,” tuturnya.

Ia menjelaskan, kebaya sangat identik dengan perempuan Indonesia. Pada iklan tahun 1960an, misalnya, kebaya bahkan digunakan oleh bintang iklan. Misalnya pada iklan sampo atau alat jahit.

Model-model kebaya cenderung memiliki modifikasi yang tak terlalu banyak dengan tetap mempertahankan tampilan otentiknya. Hingga kini, kebaya juga masih dijadikan pakaian resmi oleh sejumlah pejabat daerah dan negara.

Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X membacakan sabda tama atau amanat di Bangsal Kencana Keraton Yogyakarta, Jumat (6/3/2015). Dalam sabda tama itu, Sultan meminta para kerabat keraton tidak lagi berkomentar tentang kemungkinan pergantian raja di Keraton Yogyakarta. Hadir dalam acara itu para kerabat Keraton Yogyakarta, termasuk permaisuri raja Gusti Kanjeng Ratu Hemas, dan Adipati Kadipaten Pakualaman, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Paku Alam IX.



Kompas/Haris Firdaus (HRS)

06-03-2015KOMPAS/HARIS FIRDAUS Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X membacakan sabda tama atau amanat di Bangsal Kencana Keraton Yogyakarta, Jumat (6/3/2015). Dalam sabda tama itu, Sultan meminta para kerabat keraton tidak lagi berkomentar tentang kemungkinan pergantian raja di Keraton Yogyakarta. Hadir dalam acara itu para kerabat Keraton Yogyakarta, termasuk permaisuri raja Gusti Kanjeng Ratu Hemas, dan Adipati Kadipaten Pakualaman, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Paku Alam IX. Kompas/Haris Firdaus (HRS) 06-03-2015
Kebaya juga seringkali diikuti dengan kekhasan daerah asal.

Di keluarga Keraton Yogyakarta, misalnya, surjan atau busana Kanjeng Sultan memiliki motif bunga-bunga (surjan Ontrokusuma). Pada masanya, motif tersebut hanya digunakan sebagai pakaian seragam para bangsawan Mataram.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com