SOLO, KOMPAS.com - Lelaki itu lihai merias wajahnya menjadi semirip mungkin dengan lakon yang akan dimainkannya. Dalam sekejap, sosoknya langsung berubah drastis menjadi sosok yang bukan dia.
Yah, inilah yang dilakukan pemuda bernama Nur Diatmoko setiap hari. Tidak seperti kebanyakan rekan sebayanya, pemuda berusia 21 tahun ini justru lebih memilih menggeluti dunia seni tradisional.
Pilihan itu seperti menapaki jalan terjal dan berbatu, karena bukan hal yang mudah untuk memainkan wayang orang, selain bayarannya pun tak banyak.
Bayangkan saja, setiap pemain harus bisa merias wajahnya serupa dengan tokoh yang akan dimainnnya. Selain itu, mereka juga harus memiliki kemampuan menari, nembang dan antawacana atau kemampuan menirukan dialog tokoh wayang.
Tidak semua orang mampu dan mau menggeluti profesi ini. Apalagi di zaman modern, dimana semua serba instan, kemampuan tersebut hampir tidak diajarkan lagi di sekolah-sekolah biasa, dan barangkali bukan pilihan yang populer.
Namun kehadiran budaya modern yang mendesak seni tradisonal tak membuat pemuda alumni Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta ini takut untuk melestarikan budaya lokal.
Usai menamatkan pendidikannya, pemuda asli Wonogiri ini justru memilih bergabung dengan pementasan wayang orang Sriwedari.
Baca :Bermula dari era Mangkunegaran VI, Begini Kisah Wayang Orang Sriwedari
Pemain termuda dalam pementasan wayang orang Sriwedari ini mengaku bangga bisa terlibat dalam pertunjukan kesenian tradisonal tersebut.
Menurutnya, wayang merupakan salah satu warisan budaya yang memang sudah sewajarnya untuk dilestarikan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.