KOMPAS.com - Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, Parlemen di Islandia saat ini sedang mempersiapkan sebuah undang-undang terkait pelarangan praktik sunat.
Jika proposal rancangan undang-undang itu disetujui, maka Islandia akan menjadi negara pertama di Eropa yang mengeluarkan larangan dengan ancaman pidana atas praktik itu.
Hal itu berarti, orang dewasa -ataupun orangtua yang membawa anaknya untuk dikhitan, akan diancam dengan hukuman penjara hingga enam tahun.
Tentu saja, rencana ini menjadi topik yang kontroversial, di mana kedua kubu -baik yang menentang atau pun mendukung memiliki argumentasi yang sama kuat.
Sejalan dengan ide itu, muncul pula banyak pertanyaan mengenai apa sebanarnya sirkumsisi, dampak, dan alasan orang melakukan tindakan itu.
Baca juga: Islandia Bahas RUU soal Larangan Sunat bagi Anak Laki-laki
Di Indonesia, khitan merupakan praktik yang lumrah pada setiap anak laki-laki. Langkah tersebut dilakukan dengan memotong kulit yang menyelubungi bagian kepala penis.
Dalam beberapa kasus, sunat harus dilakukan atas pertimbangan kondisi kesehatan tertentu, misalnya saat bagian kelenjar di penis kerap meradang.
Kendati demikian, -seperti halnya di Indonesia, khitan umumnya dilakukan atas alasan kepercayaan.
Di Eropa, selain Islam, Agama Yahudi, dan juga Kristen mempraktikan sunat kepada anak laki-laki.
Praktik ini pun lazim di Amerika Serikat, dan beberapa wilayah di Asia dan Afrika.
Diperkirakan sepertiga laki-laki di dunia melakukan prosedur khitan semacam ini.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) juga telah mengeluarkan rekomendasi khitan pada pria, demi menghambat penyebaran virus HIV.
Rekomendasi ini terutama diserukan kepada wilayah-wilayah dengan tingkat infeksi HIV yang besar.
Baca juga: Sunat Tanpa Jarum Suntik Bikin Anak Lebih Nyaman
Selama ini, prosedur sirkumsisi dilakukan terhadap bayi atau pun anak kecil. Bahkan dalam tradisi Agama Yahudi, sunat sudah harus dilakukan sebelum bayi berumur delapan hari.
Nah, kembali lagi ke Islandia. Jika sunat memang memiliki latar belakang alasan kesehatan, mengapa negara itu berniat melarang praktik tersebut?