Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beragam Minuman "Lucu" Khas Indonesia, Pernah Coba?

Kompas.com - 28/02/2018, 22:00 WIB
Nabilla Tashandra,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia memiliki banyak sekali jajanan yang berasal dari banyak daerah di Nusantara.

Untuk minuman saja, jenisnya amat beragam. Mulai dari teh, kopi, rempah-rempah, hingga minuman campuran.

Guru Besar Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. Ir. Murdijati Gardjito menyinggung nama-nama minuman campuran yang memiliki nama unik.

Minuman campuran, kata dia, adalah minuman yang mencampurkan bahan padat dengan cairan. Bentuknya bermacam-macam, mulai dari air kelapa, sirup, dan lainnya.

Baca juga: 8 Makanan yang Sebaiknya Tidak Disimpan di Kulkas

Ia lantas mencontohkan minuman dari Betawi.

"Karena betawi ada di Jakarta, Jakarta tempat tinggalnya siapa saja sebagai orang Indonesia."

Demikian dikatakan Murdijati dalam sebuah talkshow di Jakarta Creative Hub, Jakarta Pusat, Rabu (28/2/2018).

"Di situ ada minuman campuran, namanya indah sekali. Es Selendang Mayang. Namanya romantis ternyata juga dibuat dari warna warni serutan es dengan sirupnya," sambung dia.

Ada pula bir pletok. Minuman asal Betawi yang berasal dari serutan kayu secang dicampur jeruk nipis, dan airnya akan berwarna seperti bir.

Nama pletok, sambung Murdijati, diambil karena sejenak sebelum diminum biasanya minuman itu akan dicampur es batu, dan dikocok.

Saat dikocok, akan keluar bunyi seperti "pletok".

Baca juga: Ingin Membuat Bir Pletok Sendiri? Begini Caranya...

Selain itu, Murdijati juga menyebut Es Doger. Minuman yang berbahan kelapa dan campuran susu serta es tersebut menurut dia dinamai es doger karena alasan yang sederhana.

Konon, kata dia, es doger berasal dari kata "Dorong Gerobak", cara minuman itu dijual.

"Orang Indonesia kan senangnya akronim," tuturnya.

Minuman lainnya yang terkenal dari tanah Sunda adalah Es Dawet Elizabeth. Nama itu diambil karena pedagang yang menjajakannya kerap mangkal di depan toko tas Elizabeth.

"Cendolnya khas warna hijau, pakai gula kelapa, irisan nangka. Sekali minum haus dan lapar hilang," tutur dia.

Cerita tentang minuman tersebut menurut dia tak bisa disampaikan secara singkat dan bisa menjadi satu buku.

"Nama-nama minuman itu lucu-lucu. Di Jawa Timur ada Es Buto Ijo. Di Sumatera ada Es Laksamana Mengamuk."

"Di Lampung ada Janda Mengamuk. Jadi ngaco-ngaco sekali (namanya). Tapi kalau diminum rasanya tidak bikin mengamuk," kata dia.

Baca juga: Nostalgia di Pasar Jajanan Tradisional Banyuwangi

Jajanan Indonesia di mata dunia

Murdijati melihat potensi yang besar dari kuliner Indonesia. Hanya saja kemajuan literasi bangsa lain cenderung lebih maju.

Bangsa lain mengetahui sejarah kenikmatan dari bahan-bahan makanan dan minuman asal Indonesia.

Kopi Jawa, misalnya, awal mulanya dibawa dari Indonesia. Setelah dicoba lalu diproses di Amsterdam, Belanda, kemudian dilabeli "Java Coffee".

Harga Java Coffee, menurut dia, adalah yang termahal di dunia.

Kondisi di Indonesia justru terbalik. Masyarakat terutama kalangan muda lebih senang pergi ke kedai kopi waralaba luar negeri, dan membayar segelas kopi dengan harga mahal.

Padahal, bangsa di luar yang dulu justru tergila-gila dengan kopi Indonesia.

Hal serupa terjadi di makanan. Banyak orang Indonesia justru menggemari makanan bangsa lain. Sebutlah pizza, hot dog, sandwich, hingga salad.

Baca juga: Pizza Warna Coklat Sudah Biasa, Bagaimana Rasanya Bila Warna Hitam?

Murdijati menyinggung data yang pernah disampaikan Presiden Joko Widodo bahwa Indonesia memiliki 1.317 etnis dan etnis-etnis tersebut memiliki seni dapur masing-masing.

Misalnya salad, banyak makanan sejenis asal Indonesia yang justru lebih sehat.

"(Salad) mencampur sayur kok dengan minyak. Lebih hebat bakul-bakul karedok, lotek. Mencamour sayuran dengan kacang yang nilai gizinya bukan main," tutur dia.

Sementara, beberapa bisnis makanan di Indonesia justru kerap mengkombinasikan makanan Indonesia dengan makanan luar.

Ia mencontohkan burger yang diisi dengan tempe atau makanan lokal lainnya.

"Maka dari itu menurut pendapat saya, jangan ragu-ragu mengenalkan kuliner Indonesia dan tidak perlu tiru-tiru," tegas Murdijati.

Senada dengan Murdijati, Founder Progress Jogja Retnosyari melihat prospek yang besar dari kudapan Indonesia untuk memperluas pasar ke tingkat global.

Ia mencontohkan, tiga orang klien asing pernah menyempatkan diri datang ke tempatnya meski harus menempuh perjalanan yang jauh dan masuk ke pedesaan.

Tiga klien asing tersebut berasal dari Amerika Serikat, Malaysia, dan Banglades. Mereka mencari karena melihat produk wedang uwuh, di sebuah retail di Jakarta.

Baca juga: Pilih Kudapan Sehat Saat Jalan ke Mal

"Mereka benar-benar cari saking penasarannya."

"Ternyata kok memang menurut mereka rasanya eksotis. Dan, rempah untuk di luar (negeri) tidak sekaya Indonesia."

"Jadi mereka memang mencari rasa itu," ujar Retno.

Namun, ia melihat masih banyak potensi bahan yang belum dimanfaatkan dengan baik.

"Di Indonesia, khususnya di Yogya, karena saya asli Yogya, banyak sekali potensi bahan baku lokal yang belum tersentuh dan termanfaatkan."

"Jadi saya punya idealisme mengangkat yang lokal ke internasional," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com