Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kandidat Karyawan Potensial tapi Bertato, Haruskah Ditolak?

Kompas.com - 20/03/2018, 14:00 WIB
Glori K. Wadrianto

Editor

Sumber hcamag.com

KOMPAS.com - Jangan pernah menilai buku dari sampulnya. Ungkapan itu kerap kita dengar untuk mengingatkan kita tentang banyak hal, terkait pertimbangan dan keputusan.

Dalam banyak hal, pengenalan mendalam lebih dibutuhkan sebelum mengambil keputusan, ketimbang hanya mengandalkan impresi pertama. Kira-kira begitu intinya.

Bagaimana dengan dunia pekerjaan?  

Membuat keputusan cepat tentang seorang kandidat pencari kerja berdasarkan penampilan mereka. Pernahkan kamu mengalaminya?

Apakah kamu pernah menjadi korban? Atau menjadi orang yang mengambil keputusan cepat atas nasib orang lain, karena pertimbangan penampilan mereka?

Baca juga: Ketika Perempuan Seniman Tato Bangkit dan Mengubah Citra Buruk...

Sebuah riset yang digagas LinkedIn menemukan fakta, 60 persen perekrut tenaga kerja percaya bias antara figur fisik, termasuk adanya tato, dan kesempatan kerja sebenarnya sudah mulai memudar.

Artinya, para mayoritas perekrut itu percaya bahwa tampilan fisik, termasuk kepemilikan tato di tubuh tak mencerminkan kapabilitas seseorang atas sebuah pekerjaan. 

Kendati demikian, riset itu pun mengungkap temuan 9:10 perekrut berpikir bahwa tato yang dimiliki calon karyawan dapat membatasi perkembangan karir yang bersangkutan.

Lebih jauh, sebanyak 75 persen dari jumlah itu percaya kesan pertama merupakan modal awal dalam proses perekrutan karyawan. 

Lalu, 88 persen di antara jumlah tadi pun meyakini, seni rajah tubuh mungkin membatasi peluang mereka untuk mendapatkan pekerjaan tersebut.

 

Fakta yang lebih lugas mengungkap 4:10 profesional yang bertugas merekrut karyawan menolak kandidat yang tepat, hanya karena mereka memiliki tato.

Baca juga: Agar Tak Menyesal Bikin Tato, Perhatikan 10 Hal Ini

Saat mereka ditanya lebih jauh tentang apa yang mendasari keputusan itu, sebanyak 47 persen mengaku ada intoleransi di dunia industri tentang kepemilikan tato.

Sementara, 46 persen mengatakan, tato menunjukkan kurangnya profesionalisme dari kandidat tersebut.

Sejumlah perekrut percaya, wawancara mendalam sebenarnya menjadi salah satu cara untuk menghilangkan bias penilaian terhadap seorang kandidat. 

Bahkan, lebih jauh lagi, ada yang percaya proses assessments tambahan dapat dilakukan untuk mengurangi potensi diskriminasi, termasuk karena keberadaan tato.  

Di Inggris, -di mana survei ini digelar, data terakhir menunjukkan seperlima dari jumlah orang dewasa di negeri itu memiliki tato. 

Baca juga: Bikin Tato Gelombang Suara, Gadis Ini Abadikan Suara Sang Nenek...

"Jika diskriminasi semacam ini terus berlanjut, maka perekrut bisa kehilangan bakat terbaik," kata Rebecca Drew dari LinkedIn, seperti dikutip dari laman hcamag.com.

"Meskipun demikian, sangat menggembirakan untuk melihat bahwa begitu banyak profesional berbakat mengambil langkah aktif untuk membantu mengurangi bias ini, dan mendorong lebih banyak ekspresi diri di tempat kerja."

"Kami berharap ini perekrut menghapus bias-bias semacam itu, dan fokus pada penilaian terhadap potensi kandidat, sebagai poin terpenting," kata Drew.  

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com