Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 29/03/2018, 18:00 WIB
Nabilla Tashandra,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Saat ini sudah semakin banyak label kosmetik yang menegaskan produk-produknya sebagai produk halal.

Hal tersebut juga ditandai dengan banyaknya perusahaan kosmetik yang bersertifikasi halal, yang berkembang setidaknya dalam tiga tahun terakhir.

Demikian diungkapkan Wakil Direktur Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Muti Arintawati.

Di sisi lain, kata Muti, konsumen yang memerhatikan kosmetik halal pun kian berkembang. Label halal yang diperhatikan sudah tidak lagi sebatas produk pangan.

Namun demikian, mungkin masih banyak yang belum memahami betul apa saja indikator sebuah produk kosmetik bisa disebut halal.

Muti menjelaskan, salah satu indikatornya adalah kandungan bahannya.

"Produk kosmetik ada peluang bahannya dari bahan yang najis dan tidak halal serta menyebabkan shalat kita tidak sah, karena pakai kosmetik dengan bahan najis."

Muti mengatakan itu seusai menghadiri peluncuran label kosmetik halal asal Malaysia, Safi, di Mall Kota Kasablanka, Kamis (29/3/2019).

Contoh produk Safi, label kosmetik halal asal Malaysia, yang akan mulai dipasarkan di Indonesia.KOMPAS.com/Nabilla Tashandra Contoh produk Safi, label kosmetik halal asal Malaysia, yang akan mulai dipasarkan di Indonesia.
Pertama, jika bahannya dari hewan maka harus dipastikan hewannya adalah hewan yang halal. Jika hewannya halal, maka harus pula dipastikan apakah cara penyembelihannya halal.

Sebab, jika cara penyembelihannya tidak halal, maka hewan tersebut disebut bangkai dan masuk kategori najis dalam Islam.

Kemudian dari segi kandungannya. Muti mencontohkan kandungan kolagen yang belakangan populer sebagai kandungan yang bisa membuat kulit tampak awet muda.

"Itu hewani, dari plasenta. Kita harus tahu hewannya apa. Kalau babi jelas najis, tapi kalau sapi harus dipastikan lagi potongnya sesuai syariat Islam enggak? Kalau enggak nanti jatuhnya jadi bangkai dan najis."

Selain itu, indikator lainnya adalah apakah bahan yang terkandung menghalangi masuknya air wudhu atau tidak.

Muti mencontohkan kosmetik yang mengklaim sebagai kosmetik 'water resistant' atau tahan air. Seperti maskara, lipstik, dan produk lainnya.

"Kita harus pastikan apakah tembus air atau tidak. Meski tahan air tapi kalau air wudhu bisa masuk (tidak masalah)," ujar Muti.

"Itu harus lewat pembuktian," sambung dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com