KOMPAS.com - Kebahagiaan seorang pria terkait dengan apakah ia dapat mengalahkan pencapaian akademik orangtuanya.
Periset dari Oxford University mengungkap, pria yang gagal dengan hal tersebut, seringkali merasa menderita. Penderitaannya bahkan lebih besar dibandingkan dengan pengalaman perceraian -misalnya.
Namun, temyan ini berbeda dari wanita yang -ternyata, tidak terpengaruh secara signifikan, jika mereka gagal untuk hal yang sama.
Berdasarkan laporan Newsweek, riset ini dilakukan di Department of Social Policy and Intervention dengan menganalisis data dari sekitar 50.000 orang di 27 negara Eropa, dan Israel.
Di dalamnya diselidiki bagaimana kecakapan akademis mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang.
Para peneliti mengkategorikan kualifikasi ke tingkat tinggi, sedang, dan rendah.
Untuk masing-masing pengelompokan berhubungan dengan gelar akademik, ijazah sekolah menengah, dan kualifikasi yang dicapai oleh siswa sekolah menengah di masing-masing negara.
Mencapai kesuksesan akademik melebihi mereka terbukti mengurangi tekanan psikologis pada pria.
Namun, jika pria tak berhasil mencapainya, akan berefek sebaliknya.
Lebih khusus lagi, pria yang masuk kualifikasi menengah tetapi memiliki orangtua dengan pendidikan yang lebih tinggi, berisiko 75 persen untuk tertekan daripada mereka yang menyamai pendidikan orangtuanya.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.