Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jengkel pada Suara Tertentu? Bisa Jadi Itu Misophonia

Kompas.com - 25/04/2018, 16:01 WIB
Ariska Puspita Anggraini,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pernahkah merasa jengkel saat mendengar suara orang mengecap makanan, atau suara saat minum, atau ketukan jari-jari di atas meja?

Jika jawaban dari pertanyaan di atas adalah "iya", bisa jadi kamu mengalami misophonia.

Berdasarkan laporan laman Independent, misophonia adalah kondisi neurofisiologis di mana orang memiliki reaksi negatif yang tak proporsional terhadap suara tertentu.

Orang dengan kondisi ini sadar bahwa mereka bereaksi berlebihan terhadap suara tertentu. Namun sayangnya mereka tak bisa mengendalikan reaksi yang timbul.

Ada berbagai banyak pemicu yang menyebabkan reaksi dari orang-orang yang menderita misophonia ini.

Namun, pemicu utama adalah suara yang terkait dengan mulut atau makan, bernapas atau suara hidung, dan suara jari atau tangan.

Baca juga: Jam Kerja yang Terlalu Lama Meningkatkan Risiko Kelainan Jantung

Bukti menunjukkan, rasa benci pada suara ini berkembang saat masa kecil dan cenderung memburuk seiring waktu.

Orang dengan misophonia biasanya semakin bereaksi jika pemicunya disebabkan oleh anggota kelaurganya sendiri, ketimbang orang lain.

Ini tentu dapat membuat acara makan bersama keluarga berantakan. Terbayang bukan?

Reaksi penderita kelainan ini cenderung emosional. Biasanya, hal paling umum adalah amarah yang memuncak, mulai dari gangguan ringan, hingga kemarahan ekstrim.

Mereka juga dapat merasakan respons emosional yang kuat lainnya, seperti kecemasan atau jijik.

Respon fisiologis termasuk peningkatan tekanan darah dan detak jantung, berkeringat, dan kontraksi otot.

Kita mungkin menganggap bahwa setiap orang, pada tingkat tertentu, memiliki respons negatif terhadap bunyi tertentu, seperti bunyi ketukan yang tiba-tiba, keras, atau jeritan bernada tinggi.

Baca juga: Stres Tinggi, Orang Indonesia Butuh Rumah yang Sejuk

Namun dalam misophonia, orang dapat bereaksi terhadap suara yang sebenarnya bukanlah suara yang mengganggu, seperti berbisik atau bernafas lembut.

Bahkan, suara senyap pun dapat membangkitkan reaksi misofonik seperti bunyi yang keras.

Para peneliti telah menyelidiki apakah misophonia terkait dengan kondisi kejiwaan atau fisik lainnya, seperti tinnitus, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan makan atau gangguan stres pasca-trauma.

Bukti menunjukkan, meskipun faktor-faktor tersebut mengarah pada beberapa asosiasi dengan kondisi ini, namun hal tersebut tak dapat menjelaskan sepenuhnya tentang gejala misophonia.

Dengan kata lain, ini menunjukkan misophonia adalah kondisi yang terpisah dan independen dalam diri manusia.

Cukup mengabaikan suara-suara yang mengganggu tidak mungkin mengakibatkan misophonia.

Tampaknya, memperhatikan suara tertentu dapat memperburuk kondisi orang yang menderita kelainan ini, terutama suara yang memicunya.

Baca :Latihan Nyanyi Bisa Bantu Mengurangi Kebiasaan Ngorok

Jadi, setiap kali seseorang dekat dengan suara yang dianggap buruk, dan perhatian mereka terpaku pada hal itu, satu-satunya pilihan adalah melawan atau melarikan diri.

Sebuah riset tentang penderita misophonia menemukan, 29 persen penderita menjadi agresif secara verbal ketika mendengar suara pemicu mereka.

Sementara itu, sebesar 17 persen lebih mengarahkan agresi mereka terhadap objek.

Dan, sebesar 14 persen melaporkan, mereka secara fisik agresif terhadap orang lain ketika mendengar suara pemicu.

Umumnya, para penderita misophonia merasakan efek negatif dari hal itu pada kehidupan mereka, sehingga mereka sering menghindari situasi sosial, hingga merusak hubungan.

Celakanya lagi, beberapa penderita berpikir bahwa kelainan ini telah mengambil kehidupan mereka.

Baca: Suara Mengunyah Makanan Bisa Ganggu Proses Belajar

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com