Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/05/2018, 07:34 WIB
Nabilla Tashandra,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tiga desainer ternama Indonesia akan memamerkan batik di markas UNESCO, Paris, Prancis, Juni mendatang.

Itu bukan lah kali pertama batik dibawa ke kelas internasional. Meski sering melanglangbuana di ranah global, bukan berarti batik sudah sangat familiar dan disukai masyarakat global.

Lalu, apa sebetulnya tantangan yang dihadapi Indonesia untuk membuat batik disukai masyarakat di seluruh dunia?

Desainer ternama Indonesia, Oscar Lawalata sebagai penggagas konsep "Batik For The World" di UNESCO, mengatakan bahwa salah satu tantangannya adalah mempresentasikan batik dengan tampilan internasional.

Namun, menurutnya hal itu harus dilakukan tanpa menghilangkan makna batik itu sendiri

"Misalnya, sekarang orang pakai batik ke kawinan sebagai jarik. Kan enggak mungkin bule dipaksa pakai jarik. Tapi, bukan juga berarti bule bikin evening gown yang Eropa banget dengan kain batik. Bukan gitu, batiknya jadi hilang," kata Oscar di Jakarta, Selasa (8/5).

Desainer ternama tanah air, Oscar Lawalata berpose di depan sejumlah kain batik yang akan dipamerkan di markas UNESCO, Paris, Juni 2018 mendatang.KOMPAS.com/Nabilla Tashandra Desainer ternama tanah air, Oscar Lawalata berpose di depan sejumlah kain batik yang akan dipamerkan di markas UNESCO, Paris, Juni 2018 mendatang.
Oscar mencontohkan blazer yang dikenakannya. Saat itu ia mengenakan pakaian model blazer yang dibuat dengan bahan dasar kain batik berwarna jingga.

Meski blazer merupakan busana yang mulanya berasal dari negara barat, namun pakaian tersebut tetap menonjolkan batik dan tak menghilangkan maknanya.

Secara luas, Oscar menilai setiap orang perlu memahami dan menghargai proses pembuatan batik agar menyukainya.

Proses pembuatan tersebut akan turut dipertunjukkan pada pameran di UNESCO mendatang.

Ia juga menyinggung sejumlah brand internasional yang setiap produknya bernilai jual sangat tinggi hingga puluhan bahkan ratusan juta rupiah. Menurutnya, batik seharusnya juga bisa sampai ke tingkatan tersebut.

Produk dari brand-brand luar negeri, kata dia, memang unggul dari segi inovasi. Seperti konstruksi dan teknik pembuatan.

Namun, proses pembuatan produk dari batik memerlukan waktu yang panjang.

"Fesyen luar harganya bisa puluhan juta, ratusan juta. Batik kenapa enggak bisa?" kata Oscar.

Ia menambahkan, hal utama yang harus diingat dari batik sebetulnya adalah para pengrajin di belakangnya, bukan desainer.

Usaha-usaha untuk terus membawa batik ke kancah internasional diharapkan bisa mengangkat level para pengrajin batik.

"Bicara bagaimana batik bisa berlangsung, kita bicara bagaimana pengrajin bisa naik level. Di Indonesia sudah bagus, bagaimana di dunia bisa." ujar Oscar.

"Setidaknya dari budaya itu dihargai, dalam budaya itu kit menghargai proses. Dari situ value batik saya harapkan juga diketahui orang-orang."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com