Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 16/05/2018, 06:06 WIB
Nabilla Tashandra,
Wisnubrata

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Makan dengan bijak dinilai bisa membantu meminimalisasi bencana kelaparan.

Berdasarkan Food Sustainability Index 2017 yang dirilis The Economist Intelligent Unit (EIU), terdapat hampir satu miliar orang menderita kelaparan. Tapi, di sisi lain sepertiga makanan hilang atau terbuang.

Operation Manager Waste4Change, Annisa Paramitha menyebutkan, sampah makanan mencapai 13 juta ton pertahun-nya.

Jumlah tersebut sebetulnya bisa memenuhi kebutuhan pangan sekitar 28 juta orang yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Sementara Jakarta sendiri, per harinya menghasilkan 7.500 ton sampah, dengan 4.050 ton sampah makanan.

"65 persennya merupakan sampah perumahan. Ini mengenai perilaku yang harus kita ubah bersama," kata Annisa pada acara peluncuran kampanye "Makan Bijak" di Kota Kasablanka, Jakarta, Selasa (15/5/2018).

Baca juga: Temperatur Kulkas yang Tepat untuk Menyimpan Makanan

Annisa menambahkan, sayur dan buah adalah yang paling banyak terbuang (30 persen) dan makanan laut (30 persen), produk daging (20 persen), produk susu (20 persen), dan sereal (20 persen).

Waste4Change juga sempat bertanya pada restoran dan mendapati bahwa timbunan sampah organik dari restoran sangat tinggi.

"Kami tanya, kenapa kok bisa tinggi sekali. Ternyata karena porsinya besar, atau pembeli makannya cuma sedikit dan gengsi membungkus makanan," tuturnya.

Padahal, pada saat yang sama sekitar 40 persen masyarakat Indonesia dinyatakan kurang gizi.

Ilustrasi membuang makananAndreyPopov Ilustrasi membuang makanan
Beberapa hal sebenarnya bisa kita lakukan untuk mengurangi angka food loss dan food waste (bahan makanan yang terbuang).

Misalnya, dengan belanja bijak. Jangan sampai kita terlalu sering membeli sesuatu yang tak direncanakan. Salah satunya saat berbelanja ke supermarket.

Hal lainnya adalah makan secukupnya.

"Makan juga yang bijak. Ambil secukupnya. Seperti di restoran all you can eat, sebetulnya ujung-ujungnya belum tentu dihabiskan semua," kata Annisa.

Di samping itu, Annisa menilai perlu ada pemeriksaan berkala makanan dalam kemasan. Sebab, terkadang banyak orang yang berbelanja pangan kemudian meletakannya di kulkas namun lupa hingga akhirnya makanan tersebut kadaluwarsa.

Sementara itu, Direktur & Peneliti bidang Ekonomi Agribisnis Institut Pertanian Bogor (IPB), Arief Daryanto, Ph.D mencontohkan Hong Kong sebagai salah satu negara yang sukses menjalankan konsep makan bijak.

Mereka, kata dia, memiliki buku panduan dan masyarakat diberikan informasi yang cukup soal penerapan makan bijak.

"Announcement ke masyarakat dalam bentuk radio, video, mereka selalu update dan di situ ada link. Dan salah satu keberhasilan mereka adalah tujuannya diikuti dengan implementasi," kata Arief.

Mengurangi angka food loss dan food waste menurutnya bisa dilakukan dengan kerja bersama, bukan hanya tugas pemerintah.

Cara lainnya untuk menekan angka tersebut adalah menyajikan makanan dalam jumlah yang kecil. Sementara di Indonesia, kebanyakan orang terbiasa menyajikan makanan dalam ukuran besar.

Namun, ia melihat masyarakat saat ini sudah mulai menyadari hal tersebut.

"Di kota besar sekarang sudah mulai, roti unyil kecil-kecil, sudah dipikirkan. Makan bijak ini menurut saya langkah kecil yang memiliki dampak besar, tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com