KOMPAS.com - Koleksi ukiran Asmat sudah sohor di dunia.
Beberapa museum, misalnya, Metropolitan Museum of Art di New York, museum di Amsterdam, hingga Paris, menyimpan koleksi ukiran Asmat.
Indonesia bukan nihil usaha, namun -mungkin, belum maksimal, hingga tertinggal jauh.
Terletak di Agats Asmat, Papua, kondisi museum saat ini dianggap cenderung dimanfaatkan sebagai tempat penyimpanan.
Di sana, segala hasil karya Asmat belum dipamerkan sebagaimana semestinya di dalam sebuah museum.
“Bahkan, mereka (masyarakat Asmat) menganggap (museum) lebih ke sebagai gudang, bukan museum.”
Demikian kata Yori Antar, arsitek sekaligus penggagas Rumah Asuh di Tangerang, Selasa (22/5/2018).
Rumah Asuh yang didukung oleh Yayasan Widya Cahaya Nusantara berencana merevitalisasi Museum Asmat.
Baca juga: Seni Budaya Asmat Jadi “Kiblat” Inspirasi Perhiasaan Papan Atas
Rencana itu didasari hasil studi terhadap tiga museum lain yang memamerkan hasil ukiran Asmat—New York, Amsterdam, dan Paris.
Salah satu langkah mendukung revitalisasi ini adalah dengan membuat sebuah pameran Asmat Melihat Dunia.
Pameran itu akan digelar di Han & Awal Partners, Bintaro, Tangerang Selatan dari 6 Mei-8 Juni 2018.
Dalam pameran itu, koleksi ukiran Asmat dibagi menjadi enam area berdasarkan tema karyanya.
Pembagian itu adalah, People, Home & Culture, Warrior, Asmat & Modern Approach, Tree, dan Water.
Masing-masing memiliki arti seperti ukiran tema People mewakili leluhur, kerabat atau tokoh yang dihormati.
Kemudian Home & Culture mencakup bentuk Rumah Jeuw yang sakral dan dipercaya pertama kali dibangun oleh Dewa Fumeripitsj, serta Eme (tifa) yang bunyinya mengiringi tarian-tarian Asmat.