Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
DR. dr. Tan Shot Yen, M.hum
Dokter

Dokter, ahli nutrisi, magister filsafat, dan penulis buku.

Suplemen: Kepercayaan atau Kebutuhan?

Kompas.com - 05/06/2018, 07:25 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

 Suplementasi kalsium pun bukan tanpa risiko. Dalam penelitian acak dari 1471 perempuan pasca menopause yang diselenggarakan di New Zealand, 21 dari 732 perempuan yang mendapat suplementasi kalsium 1000 mg per hari mengalami serangan jantung, dibandingkan 10 dari 736 orang yang menerima placebo (subjek penelitian mendapat tablet kosong tanpa kalsium).

Begitu pula di tahun 2010, analisa terhadap 15 percobaan acak terkontrol, ditemukan adanya hubungan antara risiko serangan jantung dengan suplementasi kalsium.

Hal ini dimungkinkan, akibat peningkatan kadar kalsium dalam darah yang mengendap pada dinding pembuluh darah, dan selanjutnya terjadi pengerasan hingga meningkatkan tekanan darah, sebagaimana telah dipublikasikan oleh Harvard, institusi kesehatan terkemuka dan bergengsi di Amerika Serikat.

Kalsium tidak berdiri sendiri untuk membuat tulang menjadi kuat. Interaksi sempurna dan imbang antara vitamin D dari matahari, kecukupan magnesium dari keragaman pangan harian, juga fosfor dan seng dapat diibaratkan seperti beton yang kuat.

Intinya, tidak cukup hanya dengan mengandalkan merek semen.

Baca juga: Mengapa Dunia Pengobatan Selalu Menarik?

Campuran perbandingan yang pas antara semen, pasir, dan air baru akan membuat ‘adonan beton’ siap untuk pengecoran yang juga butuh waktu dan matahari, agar mengeras sempurna.

Awam tidak memahami interaksi kerja mineral, vitamin dan suplemen dalam tubuh. Jadi, amat berbahaya jika mengonsumsi ‘multivitamin’ sekali tenggak, dengan harapan semua kebutuhan mikronutrien terpenuhi.

Lebih berbahaya lagi, jika penjualan dalam rupa makanan dan minuman kemasan yang menjanjikan kecukupan gizi, hingga sedetil-detilnya dipromosikan oleh orang-orang yang dianggap akademisi dan ‘ahli’.

Bangsa kita masih jauh ketinggalan soal melek gizi atau nutrisi.

“Panduan” pangan lebih banyak didengar melalui corong iklan dan meniru para selebritis yang diam-diam dibayar alias di-endorse.

Padahal semua kekayaan bangsa ini, bahkan mataharinya yang gratis – mampu menghidupi seluruh rakyatnya dengan jaminan kesehatan masa depan.

Semoga yang kita punya ini tidak pindah ke tangan orang asing, minimal mataharinya.

Baca juga: Pendapat Ahli Berdasarkan Besarnya Pendapatan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com