KOMPAS.com - "Enggak kayak makan daging..." kata Jessica Januarty tak lama setelah mengunyah seiris Omi hime beef, yang dimasak dengan cara "shabu-shabu".
Jessica adalah seorang jurnalis yang juga diundang manajemen Hotel Pullman, Jakarta, bersama Kompas.com dan sejumlah wartawan lainnya, untuk mencicipi keistimewaan daging ini.
Omi hime beef adalah salah satu wagyu tertua di Jepang, yang berasal dari Prefektur Shiga.
Jamuan santap siang yang digelar di Restoran Kahyangan, Jakarta, Selasa (10/7/2018) itu adalah untuk memperkenalkan menu istimewa tersebut.
"Ini empuk banget, ngunyahnya enggak pake usaha, kayak makan puding," kata Jessica lagi.
Sebelum disantap, Jessica hanya memasukkan irisan daging mentah itu selama 1-3 detik ke dalam air mendidih yang ada di atas meja.
Baca juga: Fakta-fakta Daging Wagyu Khas Jepang
Bahkan, saat Kompas.com mencoba menyantapnya sebagai sasimi, -alias dimakan mentah, daging ini tetap terasa empuk, dan manis tak berbau.
Cukup melilit irisan tipis "Omi hime" menggunakan sumpit dan menyantapnya. Daging manis terasa meleleh di dalam mulut, nyaris tanpa harus mengunyahnya.
Istimewa
Keistimewaan Omi hime beef itulah yang hendak dipamerkan manajemen Hotel Pullman,-selaku pengelola restoran Jepang yang berada di lantai 28, Wisma Nusantara, Jakarta.
Restoran Kahyangan berkolaborasi dengan Chef Koushi Umemoto dari Shiga, menyajikan hidangan dengan pemakaian daging premium Omi hime beef.
Dalam perbincangan usai santap siang, Umemoto mengatakan, salah satu keistimewaan daging ini adalah pada kandungan lemaknya.
Lemak pada daging omi, membentuk pola (marbling) -lemak intraotot, yang menyatu dengan daging.
"Dengan suhu panas yang rendah lumer, melting, dikombinasikan dengan daging yang lembut dan terasa manis di lidah," kata Umemoto.
Baca juga: Mencicipi Daging Wagyu Khas Negeri Sakura
Sapi betina