Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
DR. dr. Tan Shot Yen, M.hum
Dokter

Dokter, ahli nutrisi, magister filsafat, dan penulis buku.

Gizi Minimalis: Timpangnya Literasi dan Supervisi

Kompas.com - 15/07/2018, 07:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

 

Keamanan pangan hari ini tidak lagi sebatas soal tidak mengandung zat berbahaya, mulai dari pengawet dan pewarna.

Melainkan keamanan jangka panjang yang memberikan risiko penyakit akibat asupan pangan yang tidak imbang dan potensial berisiko menyebabkan penyakit di masa mendatang.

Kita tidak bisa mengandaikan publik dan konsumen kita mempunyai literasi yang sama seperti di negara maju.

Susu kental manis tidak pernah dilarang produksi dan edarnya di negara mana pun. Tapi label dan literasi adalah senjata ampuh untuk mencegah salah konsumsi.

Di Indonesia, barangkali mesti ditambah: supervisi. Ibaratnya menjaga anak yang masih belum layak dilepas hidup sendiri.

Baca juga: Ketika Hasil Panen Sekadar Komoditi, Bukan untuk Konsumsi Demi Gizi

Menautkan masalah di atas, saya tidak bisa membiarkan aspek kualitas edukasi yang baru saja dikeluhkan Menteri keuangan Sri Mulyani.

Disebut kualitas pendidikan kita masih di bawah Vietnam, rasanya kepala langsung berdenyut. Itu pun baru sebatas sains, matematika dan bahasa.

Bagaimana guru-guru kita bisa bunyi urusan gizi? Tak heran sup sosis yang bening masih dianggap lebih sehat ketimbang opor ayam.

Sudah waktunya barangkali kita perlu lebih ekstrim mendidik anak-anak : bahwa Tuhan menciptakan ayam, bukan sosis. Allah membuat apel, bukan biskuit rasa apel.

Sayur dan buah sudah menyatakan kehebatan kandungan nutrisinya melalui warna tanpa label.

Sedangkan, semua produk kemasan masih membutuhkan penjelasan panjang lebar melalui pembelaan penuh perjuangan.

Secara singkat, makanan yang Tuhan beri selalu berorientasi pada kebutuhan, sedangkan produk buatan manusia memang dirancang merangsang kecanduan.

 Baca juga: Papua, Mereka Dimiskinkan di Tanah yang Kaya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com