Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 19/07/2018, 12:46 WIB
Lusia Kus Anna

Penulis

KOMPAS.com — Stunting atau anak bertubuh pendek terjadi karena kurang gizi kronis sejak dalam kandungan.

Kondisi ini bukan hanya mengurangi tingkat kecerdasan anak, tetapi juga saat dewasa anak beresiko besar terkena penyakit tidak menular seperti jantung atau diabetes.

Menurut Dr Damayanti R. Sjarif, Sp.A(K), dibutuhkan tata laksana gizi yang benar di masyarakat untuk memperbaiki kondisi stunting.

"Stunting adalah perawakan pendek yang disebabkan asupan nutrisi kurang atau kondisi kesehatan kurang baik. Ini persoalan anak gagal tumbuh seperti seharusnya karena kekurangan gizi," papar Damayanti dalam acara diskusi media di Jakarta (18/7).

Saat ini, Indonesia peringkat nomor 5 di dunia dengan angka stunting terbanyak.

Seorang anak disebut stunting bila nilai Z-skor (dalam grafik pertumbuhan menurut WHO) mencapai -2 dan stunting berat jika skornya -3.

Untuk memastikan apakah seorang anak memang stunting atau pendek karena faktor genetik, harus dilakukan pemeriksaan berat badan dan tinggi badan oleh dokter.

"Waspadai jika setelah lahir berat badan anak turun. Jangan dibiarkan saja jika berat badannya turun, harus dicari penyebabnya dan diintervensi," ujar pakar penyakit nutrisi dan metabolik anak ini.

Pertumbuhan otak manusia paling pesat terjadi pada 2 tahun pertama. Itu sebabnya jika anak kekurangan gizi di usia ini, perkembangan otaknya tidak akan bisa maksimal.

Baca juga: Bunda Perlu Tahu, Ini Tanda Bayi Cukup Mendapat ASI

Perbaiki gizi

Menurut Damayanti, persoalan anak stunting bukan cuma ditemukan pada keluarga tidak mampu, tapi juga anak yang orangtuanya berkecukupan.

Rendahnya pengetahuan soal memilih sumber pangan yang baik dan cara pengolahannya, seringkali membuat anak kurang gizi.

"Sejak lahir, bayi harus mendapat ASI yang cukup. Setelah bayi mendapat makanan pendamping ASI di usia 6 bulan, penuhi kebutuhan protein hewani karena mengandung asam amino esensial," tuturnya.

Asam amino esensial lengkap hanya terdapat pada protein hewani. Protein nabati seperti kacang kedelai juga memang mengandung asam amino esensial, tapi tidak lengkap.

"Menu MPASI bayi seharusnya bukan tepung karbohidrat atau puree sayuran. Bukannya tidak boleh, tapi jika hanya diberi puree bayi kekurangan asam amino dari protein hewani," paparnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com