Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bolehkah Orangtua Merahasiakan Anak dari Penyakit yang Dideritanya?

Kompas.com - 23/07/2018, 13:39 WIB
Kahfi Dirga Cahya,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menerima kenyataan anak menderita penyakit berat memang tidak mudah. Pada tahap awal banyak orangtua yang memilih untuk merahasiakan anak dari penyakit yang diderita.

Namun, menurut psikolog keluarga Anna Surti Ariani sebaiknya orangtua menyampaikannya kepada anak dengan bahasa sesuai dengan kemampuan dan pemahaman anak.

Jika sang anak masih balita, orangtua dapat menggunakan kata-kata sederhana untuk istilah penyakit, seperti ‘darahnya sedang berperang’, lalu ‘badannya membesar.

“Tapi saat anak sudah belajar, (dalam kasus leukemia) seperti leukosit, maka bisa bicara dengan istilah yang dia pahami,” kata psikolog yang akrab dipanggil Nina kepada Kompas.com, Jakarta, Senin (23/7/2018).

Dia mencontohkan, pada anak usia sekolah penyakit bisa dijelaskan sesuai istilah yang dipahami seperti sel darah putih dan lain-lain. 

Sementara itu orangtua bisa memberikan respon sesuai kondisi emosionalnya . Meskipun anak sudah duduk dibangku SMP dan paham soal penyakit, dia bisa saja belum siap dari segi emosi. 

Menurut psikolog yang disapa Nina ini, memilih untuk tidak merahasiakan penyakit berdampak positif untuk menghindari kondisi yang tak diinginkan. 

Dia mencontohkan, jika orangtua merahasiakan, namun anak lama kelamaan tahu sendiri, maka hal itu bisa membuat hubungan antara anak-orangtua tak nyaman.

“Misalnya seperti, ‘Oh dia enggak kasih tahu aku, aku juga enggak mau terbuka ah’,” kata Nina.

Padahal, menurut Nina, hubungan dengan keluarga itu menjadi salah satu faktor penting penyembuhan. Semakin membaik sebuah hubungan, maka anak penyembuhan bisa lebih optimal. 

Lantas bagaimana jika anak terus-menerus bertanya?

Nina menyarankan orangtua harus lebih bijak menanggapi dan menjawab, sambil memotivasi untuk menjalani proses pengobatan.

Jika merasa ‘jengah’ dengan pertanyaan anak, orangtua bisa kembali membalikkannya ke anak seperti, ‘Hayo kemarin mama bilang apa? dengarin enggak?’.

“Memang anak akan tanya terus. Kenapa dia tanya? Satu sisi, dia belum paham dari penjelasan sebelumnya, namun sisi lain dia juga ingin dapatkan rasa nyaman bahwa orangtuanya bersedia menjawab,” kata Nina.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com