Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 27/07/2018, 17:01 WIB
Nabilla Tashandra,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Gangguan tidur juga bisa dialami anak. Selain anak susah tidur, terkadang kualitas tidurnya juga rendah. Padahal, kondisi tersebut berpotensi menghambat pertumbuhannya.

Ahli gizi medik dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Dr. Saptawati Bardosono, MSc menjelaskan, tubuh anak membutuhkan hormon pertumbuhan. Hormon tersebut dihasilkan tubuh antara pukul 22.00 hingga 24.00.

Pada waktu tersebut, nutrisi yang dikonsumsi akan dimanfaatkan untuk pertumbuhan anak.

"Jadi kalau sebentar-sebentar bangun otomatis hormon pertumbuhan tidak keluar," ujar Saptawati saat ditemui seusai talkshow bersama Lactogrow di Jakarta, Jumat (27/7/2018).

Ia menambahkan, anak di bawah lima tahun bahkan membutuhkan waktu tidur hingga 10 jam dengan asumsi mulai pergi tidur pada Pukul 20.00.

Jika waktu tidur tersebut tercapai, barulah tidur anak bisa dikatakan nyenyak. Dengan tidur yang cukup, maka tumbuh kembang anak akan baik dan mereka akan tumbuh menjadi anak yang bahagia, kreatif, mampu mengikuti pelajaran dengan baik, dan memiliki konsentrasi tinggi.

Beberapa hal menjadi faktor tidur anak tidak nyenyak. Menurut Saptawati, kondisi perut anak yang tidak kenyang juga bisa membuatnya bangun di malam hari.

"Kenyang itu artinya dapat lengkap selama sehari, merasa puas dengan nutrisi dari makanannya, dia akan nyenyak tidurnya," ujarnya.

Namun, kenyang yang dimaksud juga tak hanya sebatas makanan melainkan kecukupan untuk hal-hal lainnya, seperti kenyang bermain, kenyang bersosialisasi dengan orangtuanya, dan lain-lain.

Ketika anak tidak merasa "kenyang", maka tidurnya akan menjadi tidak nyenyak dan bisa terbangun di malam hari. Padahal, idealnya anak sama sekali tak terbangun tengah malam.

Lebih jauh, anak mungkin pula tidur sambil berjalan atau sleep walking yang bisa mengurangi jam tidur anak.

"Begitu dia bangun, dia perlu waktu untuk tidur lagi. Jadi jumlah jam tidurnya akn berkurang," ujar Saptawati.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com