Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketergantungan Emosional Bikin Kita Jadi Pasangan Posesif

Kompas.com - 01/08/2018, 07:00 WIB
Ariska Puspita Anggraini,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

Sumber Fatherly

KOMPAS.com -  Suami dan istri memang perlu menjadi satu tim yang kompak dalam mengarungi pernikahan.

Sayangnya, kekompakan tersebut terkadang bisa membuat kita tak lagi merasa sebagai sebuah individu, namun sebuah unit.

Perasaan itu dapat timbul karena kita terlalu tergantung dengan pasangan atau mengalami ketergantungan emosional.

Dalam konteks pernikahan, ketergantungan emosional adalah keadaan di mana harga diri seseorang menjadi terlalu terikat dengan tindakan dan perhatian pasangannya.

Walau pasangan bisa menyediakan perhatian yang kita butuhkan, namun lama kelamaan "targetnya" menjadi tinggi dan mungkin sulit dicapai.

Yang harus digarisbawahi adalah ketergantungan emosional dan kedekatan emosional adalah dua hal yang berbeda.

Ana Jovanovic, seorang psikolog klinis, mengatakan kedekatan emosional menyiratkan pemberian dan penerimaan.

Menurutnya, kita harus sadar bahwa pasangan kita bukan manusia sempurna dan bisa membuat pilihan berbeda, memiliki kebutuhan sendiri dan dapat merasa kecewa atau sedih.

Pasangan juga ingin memiliki waktu untuk diri sendiri atau bersama teman-temannya.

Baca juga: Survei, Pria Cenderung Memaafkan jika Pasangan Selingkuh?

Berbeda halnya dengan ketergantungan emosional yang sifatnya konstan, kuat dan hanya dapat diberikan oleh pasangan. Yang paling parah, ekspresi emosi pasangan pun makin lama jadi makin terbatas.

"Pasangannya lalu tidak diijinkan marah, untuk menyepi sejenak atau menghabiskan waktu dengan orang lain," kata Jovanovic.

Kita pun akan berubah menjadi orang yang manja, bergantung penuh, dan posesif

Jovanovic mengibaratkan kondisi ini seperti ketika kita memiliki telur dalam satu keranjang.

Ketika kita bergantung pada seseorang, rasanya seperti kita memiliki semua telur dalam satu keranjang. Kita pun mulai sibuk mencari tanda-tanda peringatan bahwa telur-telur itu berada dalam bahaya.

Komunikasi efektif

Tak perlu merasa sendirian mengalami hal ini, karena faktanya banyak pasangan yang terjebak dalam ketergantungan emosional.

Kita bisa mencegahnya dengan kejujuran dan komunikasi. Bagaimanapun, kita harus jujur pada diri sendiri.

Semakin banyak refleksi diri yang dilakukan, semakin kita dapat mengutarakan kebutuhan secara spesifik.

Kita juga bisa menentukan apa harapan yang belum kita dapatkan dari pasangan serta membedakan yang berada di luar nalar dan tidak.

Menurut Psikolog Klinis Dr. Dara Bushman, hancurnya pernikahan yang bergantung pada emosi sering kali terjadi karena hilangnya “rasa diri dan tujuan” seseorang.

Dengan kata lain, berusahalah untuk tetap menjadi diri sendiri, mempertahankan hal-hal positif yang kita miliki.

Menetapkan batas-batas fisik adalah salah satu pilihan terbaik kita dalam membangun jalan menuju kedekatan emosional.

"Tetap jalankan kegiatan, hobi, dan pertemanan seperti sebelum berkeluarga dapat meringankan beban dari pasangan kita untuk memenuhi kebutuhan kita," kata Bushman.

Baca juga: Sering Konflik dengan Pasangan Memicu Penyakit Fisik

Namun, ini bukan berarti kita tak boleh merasa tergantung dengan pasangan. Boleh saja, asalkan porsinya seimbang.

"Kedekatan emosional yang sehat terjadi ketika kita masih bisa menjadi diri sendiri, solid, dan kuat, yang kemudian ditingkatkan dan terinspirasi oleh pasangan," kata Bushman

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Fatherly
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com