Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yang Terjadi Saat Berhenti Konsumsi Pemanis Buatan

Kompas.com - 01/08/2018, 15:59 WIB
Nabilla Tashandra,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pemanis buatan seringkali terdapat dalam makanan atau minuman yang kita konsumsi. Beberapa jenis makanan dan minuman pabrikan yang menggunakan pemanis buatan di antaranya adalah sereal, permen karet, minuman diet, hingga yogurt.

Walau studi-studi tentang bahaya pemanis buatan masih terus dilakukan dan belum ada kesimpulan, namun ada baiknya kita membatasi konsumsinya.

Setidaknya ada beberapa alasan mengapa pemanis buatan bisa berdampak negatif bagi tubuh:

1. Menghambat penurunan berat badan

Banyak orang enggan mengkonsumsi banyak kalori namun ingin tetap kenyang, sehingga mereka memilih soda diet dan hanya makan berat di malam hari.

Pakar metabolisme dan penurunan berat badan Caroline Caderquist, MD menjelaskan, dengan pola makan seperti itu kenaikan berat badan tetap terjadi meskipun total asupan kalori tidak banyak.

Sebab, makanan yang mengandung pemanis buatan bisa memicu pelepasan insulin karena tubuh mengharapkan sesuatu yang manis. Adapun insulin adalah hormon yang membantu menyimpan lemak.  Untuk menghindari lonjakan insulin, makanlah dalam porsi kecil tapi sering.

2. Menambah berat badan

Ketika kita mengganti soda diet atau latte bebas gula dengan minuman mengandung gula asli, sebenarnya kita hanya menambahkan kalori kosong. Maksutnya, kadar kalori tinggi tetapi nutrisinya tidak ada. Hal ini lama-lama menambah berat badan.

Bagaimana menghindarinya? Ganti minuman "diet" dengan air putih atau teh herbal tanpa pemanis.

Pastikan kamu mengkonsumsi makanan yang mengandung protein tanpa lemak, serat dan lemak sehat untuk menjaga perut tetap kenyang.

Baca juga: Panduan Diet 2000 Kalori untuk Menurunkan Berat Badan

3. Keinginan makan makanan manis

Pada studi terhadap binatang yang dilakukan University of Sydney, terungkap makanan dengan pemanis buatan akan menstimulasi otak untuk mencari lebih banyak gula dan kalori.

Peneliti studi tersebut, Herbert Herzog, MD menjelaskan, penemuan itu menguatkan anggapan bahwa makanan dan minuman dengan label "bebas gula" tidak selalu seperti yang kita kira.

Ketika otak mengantisipasi gula dan tidak mendapatkan kalori yang diharapkan, tubuh akan terpacu untuk menginginkan lebih banyak gula melebihi jumlah yang diperlukan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com