KOMPAS.com - Penyakit kronis tidak menular seperti penyakit jantung, hipertensi, dan diabetes selama ini dijuluki sebagai “penyakit kakek-nenek”. Namun dari tahun ke tahun, makin banyak temuan diagnosis penyakit kronis pada remaja dan anak-anak usia belia.
Serangan penyakit itu semakin ke sini seolah tidak kenal usia. Maka mereka yang berusia remaja sebenarnya tidak benar-benar terbebas dari risiko penyakit kronis.
Data dari Riset Kesehatan Dasar 2013 menunjukkan bahwa dari 25,8 persen total kasus hipertensi nasional, kurang lebih 5,3% di antaranya terjadi pada remaja berusia 15-17 tahun; laki-laki 6% dan perempuan 4,7%.
Sementara itu, 5,9% anak Indonesia berumur 15-24 tahun mengidap asma. Sementara kasus diabetes pada anak di bawah 18 tahun mengalami peningkatan yang sangat tinggi dalam lima tahun terakhir, yaitu hingga 500% dari sebelumnya.
Baca juga: Kenapa Banyak Orang Indonesia yang Kena Diabetes?
Menyambung data Riskesdas 2013, penyakit kronis tidak menular menyebabkan 71 persen dari total kematian. Termasuk di antaranya penyakit jantung (37 persen), kanker (13 persen), penyakit pernapasan kronik seperti asma dan PPOK (5 persen), diabetes (6 persen), dan penyakit kronis lainnya (10 persen).
Hal tersebut diungkapkan dr. Theresia Sandra Diah Ratih, MHA, Kepala Sub Direktorat Penyakit Paru Kronik dan Gangguan Imunologi, Direktorat Penyakit Tidak Menular, Direktorat, Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan RI seperti dikutip Hello Sehat.
Baca juga: 6 Pola Makan untuk Gaya Hidup Sehat Agar Usia Lebih Panjang
Berdasarkan data Riskesdas 2013, perokok anak usia 15 tahun ke atas sebesar 36.6 persen. Pada 2016, angka ini meningkat hingga 54 persen dari sekitar 65 juta remaja di Indonesia.
Merokok dan kurang gerak dapat meningkatkan risiko pembekuan darah yang dapat menghambat aliran darah ke jantung. Pola makan buruk (tinggi kalori, lemak, kolesterol, gula, dan garam) dapat memicu penumpukan plak dalam pembuluh.
Semua elemen dari gaya tidak hidup sehat ini sama-sama mengakibatkan pembuluh darah menyempit dan mengeras, sebuah kondisi yang disebut sebagai aterosklerosis, yang membuat jantung harus bekerja ekstra keras untuk memompa darah. Lama-lama tekanan darah akan naik terus hingga berisiko hipertensi.
Peningkatan kadar gula darah yang tidak terkendali dapat memicu gejala diabetes sekaligus menyebabkan kerusakan pembuluh darah kapiler. Kerusakan kapiler bisa mengganggu kerja ginjal untuk mengatur tekanan darah, yang mana akan meningkatkan risiko seseorang terkena hipertensi.
Baca juga: Mengenali Hipertensi pada Anak dan Kaum Dewasa Muda
Diabetes dan hipertensi adalah “orang tua” dari berbagai kemunculan penyakit kronis lainnya, seperti penyakit jantung dan stroke. Gaya hidup tidak sehat menyumbang hingga 80 persen dari penyebab kemunculan penyakit kronis di usia muda.
Terapkan strategi CERDIK untuk kurangi risiko penyakit kronis sejak muda
Baca juga: Memulai Hidup Sehat Bisa dengan Langkah-Langkah Ini
“Untuk semakin memudahkan masyarakat mulai menjalani gaya hidup sehat, Kemenkes mencanangkan prinsip CERDIK,” ungkap dr. Sandra.
Gerakan CERDIK sendiri adalah singkatan dari:
Prinsip CERDIK juga dapat sekaligus meminimalisir atau bahkan membatalkan faktor risiko penyakit kronis yang sudah dimiliki, misalnya tekanan darah tinggi atau gula darah tinggi. Bahkan olahraga saja sudah dapat membantu menurunkan tekanan darah, tutup dr. Sandra.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.