Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 28/08/2018, 16:00 WIB
Ariska Puspita Anggraini,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Makan larut malam sejak lama diklaim menjadi pemicu obesitas. Namun, riset terbaru membuktikan, makan malam terlalu larut bukan penyebab utama obesitas.

Gangguan tidurlah yang dapat mengubah metabolisme, dan meningkatkan kemampuan tubuh untuk menyimpan lemak.

Hasil riset ini menambah bukti ilmiah tentang bagaimana tidur dapat mempengaruhi ritme tubuh.

Di sisi lain, hal itu pun meningkatkan berbagai masalah kesehatan seperti penyakit jantung hingga diabetes.

Dokter Jonathan Cedernaes, selaku pemimpin riset yang hasilnya dipublikasikan di jurnal Science Advances, mengatakan, temuan ini telah menunjukkan tidur memiliki fungsi lain.

"Tidur bukan hanya untuk menghemat energi, tetapi memiliki banyak fungsi," kata dia.

Banyak riset membuktikan kerja larut malam dan kurang tidur meningkatkan risiko obesitas dan diabetes. Namun, alasan mengapa ini terjadi sangat sulit untuk dijelaskan.

Baca juga: Penyandang Diabetes Butuh Dukungan Keluarga

Kurang tidur nampaknya menganggu hormon yang mengontrol nafsu makan dan rasa kenyang.

Selain itu, mereka yang kurang tidur memiliki lebih banyak waktu untuk makan.

Kemungkinan besar mereka juga terlalu lelah berolahraga dan memiliki pengendalian diri yang lebih buruk ketika harus melawan godaan untuk mengonsumsi makanan tak sehat.

Riset sebelumnya yang dipimpin oleh Cedernaes membuktikan, meski hanya sedikit, kala seseorang mengalami kondisi kurang tidur, maka dia akan makan lebih banyak. 

Lebih parahnya pula, ada kecenderungan mereka memilih makanan yang memiliki kandungan kalori berlebih. 

Selanjutnya, obesitas dapat meningkatkan risiko sleep apnea, masalah pernapasan yang mengganggu kualitas tidur.

Riset baru ini memberikan bukti baru, bahwa kurang tidur memiliki pengaruh langsung pada metabolisme dasar, dan keseimbangan tubuh antara massa lemak dan otot.

Dalam penelitian ini, 15 peserta dalam kondisi sehat mengikuti tes kesehatan dalam dua tahap.

Tahap pertama dilakukan setelah tidur malam normal. Sementara itu, tahap kedua dilakukan usai begadang semalaman.

Selama tes kesehatan, sampel lemak, jaringan otot dan darah peserta diambil untuk diteliti.

Baca juga: Mungkin Obesitas Tak Selalu Buruk

Saat peserta mengalami kurang tidur, jaringan lemak mereka menunjukkan perubahan aktivitas gen terkait dengan sel yang meningkatkan kecenderungan untuk menyerap lipid dan mengalami penyebaran.

Sebaliknya, periset melihat berkurangnya tingkat protein struktural pada otot, yang merupakan bagian penting bagi tubuh untuk mempertahankan dan membangun massa otot.

Riset epidemiologi sebelumnya juga menemukan, mereka yang bekerja saat malam dan yang kurang tidur memiliki massa otot yang lebih rendah.

Ini mungkin terjadi karena faktor gaya hidup. Tapi, riset terbaru menunjukkan ada mekanisme biologis mendasar yang berperan.

Baca juga: Remaja Putri yang Obesitas Berisiko Tinggi Depresi, Kok Bisa?

"Meski ada kemungkinan dipengaruhi oleh diet dan olahraga, kurang tidur dapat mengurangi protein yang merupakan komponen kunci dari otot," kata Cedernaes.

Riset ini menemukan peningkatan peradangan pada tubuh setelah kurang tidur, yang dapat meningkatkan risiko diabetes tipe 2.

Namun, para peneliti mengatakan perlu dilakukan riset lebih lanjut untuk melihat apakah risiko kurang tidur, dapat berlangsung dalam waktu lama.

Hubungan antara kurang tidur dan gangguan kesehatan semakin menjadi perhatian karena banyaknya pekerja yang menggunakan sistem shift dan perubahan pola tidur di seluruh dunia.

Tahun lalu, analisis dari 28 penelitian menemukan mereka yang bekerja malam secara permanen 29 persen lebih mungkin mengalami obesitas dibandingkan mereka yang bekerja dengan menggunakan sistem pergantian shift.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com