JAKARTA, KOMPAS.com - Topik seksualitas saat ini masih dianggap tabu untuk dibicarakan di kalangan masyarakat Indonesia.
Banyak anak remaja atau dewasa muda ragu menanyakannya pada orangtua maupun tenaga pendidik terkait topik tersebut.
Padahal, mereka memegang peranan penting agar anak mendapatkan pendidikan kesehatan seksualitas dan reproduksi yang benar.
Meski tabu, aktivitas seksual tetap dilakukan oleh sebagian remaja. Sayangnya, hal itu dilakukan dengan cara yang tidak aman karena kurangnya pengetahuan.
"Membicarakan seksualitas pada anak sangat penting karena orangtua harusnya jadi orang yang paling dipercaya oleh anak. Kita bisa berikan informasi dan menyaring informasi apa yang diberikan daripada mereka mencari sendiri tidak karuan."
Hal itu diungkapkan Psikolog Klinik Angsamerah, Inez Kristanti pada acara peluncuran kampanye kolaboratif #AkuDewasa oleh Campaign bersama Sensitif Vivo di GoWork, Chubb Square, Thamrin, Jakarta, Selasa (4/9/2018).
Baca juga: Apakah Anda Mempercayai Google untuk Mengajarkan Anak Tentang Seks?
Pendidikan seksualitas pada anak seharusnya dimulai sejak usia dini, bahkan sebelum lima tahun. Namun, bagaimana cara pengenalan yang tepat?
Inez menjelaskan, pengenalan oleh orangtua bisa dimulai oleh ketika anak berusia tiga hingga lima tahun. Pada usia tersebut, orangtua bisa mulai mengenalkan bagian-bagian tubuh.
"Misalnya, mulai diperkenalkan soal alat kelamin, tidak boleh diperlihatkan selain orangtua dan ke orang lain," kata Inez.
Ketika anak memasuki usia Sekolah Dasar atau menjelang pubertas, anak mungkin sudah mulai mengalami ketertarikan dengan lawan jenis. Orangtua, kata Inez, harus bisa memfasilitasnya.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.