Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 05/09/2018, 09:53 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Pernikahan di bawah umur masih saja terjadi. Ada sejumlah alasan yang melatari. Paling banyak karena alasan ekonomi dan keluar dari kemiskinan.

Terakhir, terjadi pernikahan dini antara anak lelaki lulusan Sekolah Dasar (SD) berinisial RK yang masih berusia 13 tahun dengan seorang siswi SMK berinisial MA yang berusia 4 tahun di atasnya.

Peristiwa ini terjadi di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2017, angka perkawinan anak di atas 10 persen merata tersebar di seluruh provinsi Indonesia.

Baca juga: Bocah Berumur 13 Tahun Nikahi Siswi SMK Berusia 17 Tahun

Sementara, sebaran angka perkawinan anak di atas 25 persen berada di 23 provinsi dari 34 provinsi di Indonesia.

Jika diakumulasi, 67 persen wilayah di Indonesia darurat perkawinan anak.

Data pernikaha anak di Indonesia tahun 2017 dari Badan Pusat Statistik (BPS).BPS Data pernikaha anak di Indonesia tahun 2017 dari Badan Pusat Statistik (BPS).

Tiga provinsi yang memiliki persentase pernikahan anak tertinggi di Indonesia adalah Provinsi Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kepulauan Bangka Belitung. Angkanya di atas 37 persen.

Mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 1 Ayat (1), anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Berdasarkan analisa data perkawinan usia anak di Indonesia hasil kerja sama BPS dan United Nations Children’s Fund (UNICEF), ada berbagai dampak negatif yang dapat terjadi pada sebuah pernikahan yang dilakukan pada usia anak.

Dampak bagi anak perempuan

Anak perempuan akan mengalami sejumlah hal dari pernikahan di usia dini.

Pertama, tercurinya hak seorang anak. Hak-hak itu antara lain hak pendidikan, hak untuk hidup bebas dari kekerasan dan pelecehan, hak kesehatan, hak dilindungi dari eksploitasi, dan hak tidak dipisahkan dari orangtua.

Berkaitan dengan hilangnya hak kesehatan, seorang anak yang menikah di usia dini memiliki risiko kematian saat melahirkan yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang sudah cukup umur.

Risiko ini bisa mencapai lima kali lipatnya.

Selanjutnya, seorang anak perempuan yang menikah akan mengalami sejumlah persoalan psikologis seperti cemas, depresi, bahkan keinginan untuk bunuh diri.

Di usia yang masih muda, anak-anak ini belum memiliki status dan kekuasaan di dalam masyarakat. Mereka masih terkungkung untuk mengontrol diri sendiri.

Terakhir, pengetahuan seksualitas yang masih rendah meningkatkan risiko terkena penyakit infeksi menular seperti HIV.

Dampak bagi anak-anak hasil pernikahan dini

Beberapa risiko juga mengancam anak-anak yang nantinya lahir dari hubungan kedua orangtuanya yang menikah di bawah umur. Belum matangnya usia sang ibu, mendatangkan konsekuensi tertentu pada si calon anak.

Misalnya, angka risiko kematian bayi lebih besar, bayi lahir dalam keadaan prematur, kurang gizi, dan anak berisiko terkena hambatan pertumbuhan atau stunting.

Dampak di masyarakat

Sementara, dampak pernikahan dini juga akan terjadi di masyarakat, di antaranya langgengnya garis kemiskinan.

Hal itu terjadi karena pernikahan dini biasanya tidak dibarengi dengan tingginya tingkat pendidikan dan kemampuan finansial.

Hal itu juga akan berpengaruh besar terhadap cara didik orangtua yang belum matang secara usia kepada anak-anaknya. Pada akhirnya, berbuntut siklus kemiskinan yang berkelanjutan.

Kompas TV Keterwakilan perempuan dalam politik masih relatif rendah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com