"Saya ada 100-an (ulos), tidak semua saya beli, ada sebagian yang saya dapat dari orang. Bahkan ada ibu yang mau meninggal, dan mau memberi ulosnya buat saya," kata Devi.
"Jadi, ulos-ulos di dalam itu semuanya langka dan usianya sudah mencapai lebih dari 50 tahun, bahkan ada yang 100-an tahun."
"Sayang kalau itu hanya disimpan saja, maka saya berpikir untuk membuat pameran ini," sambung dia.
Dalam perhalatan 14 hari ini, ada 50 kain ulos yang dipamerkan. Di antara jumlah itu, ada 25-30 ulos yang merupakan koleksi langka, yang orang Batak sendiri pun belum tentu mampu mengenali motifnya.
Kemiskinan
Menko Kemaritiman Luhut Pandjaitan -yang tak lain adalah suami Devi, menyebut, modal untuk menenun satu ulos sekitar Rp 350.000.
Modal berupa benang itu mereka beli dari tauke yang kemudian menjual ulos tadi ke Jakarta seharga Rp 2,5 juta.
"Berapa yang kembali ke kantong inang-inang? Hanya Rp 250.000 untuk kebutuhan hidup selama membuat satu ulos, yaitu sekitar satu bulan."
"Tak terbayang bagaimana mereka bertahan hidup," kata Luhut.
Keterangan serupa diungkapkan Torang Sitorus, tokoh muda yang mendalami tentang ulos.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.