Pengrajin batik Kudus, Ummu Asiyati mengatakan, pada batik tulis nyaris selalu terdapat pecahan malam yang tertinggal.
"Merah, atau warna lain, pasti ada pecahan yang sembutat walaupun sekecil dan serapi apapun. Tapi, pada printing tidak ada," tuturnya.
Sama pula dengan batik cap. Meski memiliki pola yang sama, namun tekanan cap bisa saja berbeda-beda. Pengrajin juga bisa saja tidak membuat pola berulang, namun cenderung sembarang.
"Tekanan cap sendiri di satu tempat dan tempat lain akan tidak sama. Agak tebal, kepanasan sedikit, kurang panas dan sebagainya, pasti kelihatan dibandingkan print," ucap Ummu.
Namun, Ummu menambahkan, saat ini banyak penjual batik yang melakukan kombinasi. Mereka mencetak (print) terlebih dahulu motif batik, baru kemudian finalisasi dilanjutkan oleh para pembatik. Batik tersebut pun kemudian diklaim sebagai batik tulis.
Masyarakat pun akan lebih sulit menentukan apakah batik tersebut benar-benar batik tulis atau kombinasi.
"Kalau yang print dikombinasikan bisa saja disamarkan. Tergantung yang produksi, itu bisa saja untuk menipu," katanya.
Baca juga: Perjalanan Panjang Batik, dari Kraton Hingga Produk Mode Kekinian
2. Tekstur
Selain corak dan motif, tekstur batik juga bisa menjadi indikator lainnya. Batik tulis cenderung timbul ketika diraba. Proses pembuatannya pun membuat motifnya tembus hingga ke balik kain.
"Lihat saja baliknya, kalau putih itu print. Batik betulan kan (dibuat) menggunakan canting, malam, dia nembus ke sebaliknya," kata Denny.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.