SOLO, KOMPAS.com - Batik bukan sekadar gurasan motif di atas kain. Bicara batik adalah bicara kreativitas dan perasaan mendalam pengrajinnya.
Hal semacam itu juga dirasakan Naomi Kawasaki, warga negara Jepang yang jatuh cinta dengan batik.
Naomi merasa ada unsur meditatif dalam proses membatik karena pikiran, perasaan dan jiwa harus benar-benar menyatu.
"Bisa dibilang seperti meditasi karena saat membatik pikiran tangan dan jiwa itu harus menyatu," ungkapnya.
Semua kegiatan yang berkaitan dengan baik, bagi Naomi adalah sesuatu yang suci. Oleh karena itulah, ia merasa keberatan untuk diambil fotonya ketika sedang membatik atau hasil kainnya.
"Bagi saya pribadi, semua hal yang berkaitan dengan batik, meski bisa jadi objek penelitian, itu hal yang suci. Jadi, selama membatik saya sama sekali tak memfotonya," ucapnya.
Sebagai pemula, hasil kain batik karya Naomi terbilang indah dan rapi. Selama 1,5 tahun belajar di rumah maestro batik Go Tik Swan, ia berhasil membuat kain batik. Sayangnya ia tak bersedia jika kain tersebut difoto.
Di rumah batik Go Tik Swan, satu kain rata-rata paling cepat dibuat sekitar 6 bulan. Malah, ada kain yang baru selesai dibuat setelah 5,5 tahun.
Pikiran
Hasil goresan batik yang dibuat, menurut Naomi, setiap hari berbeda-beda tergantung kondisi hati dan pikiran yang terus berganti.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.