Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sempurna ala Media Sosial dan Rasa Iri yang Lahirkan Tekanan Psikologi

Kompas.com - 10/10/2018, 10:31 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kalimat yang diutarakan Aristoteles pada abad ke-4 SM atau ratusan tahun lalu, sepertinya cukup menggambarkan fenomena yang muncul pada era media sosial saat ini:

"Sakit rasanya, melihat keberuntungan baik yang dimiliki orang lain, mereka memiliki apa-apa yang seharusnya kita miliki."

Media sosial memang menciptakan dunia di mana orang-orang terlihat luar biasa bahagia dengan hidupnya. Mungkin potret itu jauh berbeda dari kehidupan nyata yang dijalani.

Orang-orang menampilkan sisi terbaik dari dirinya melalui cerita dan potret yang diunggah di media sosial milik mereka.

Mulai dari liburan seru ke berbagai tempat indah, desain rumah yang begitu artsy, menu makan yang sehat dan unik, bentuk badan yang aduhai, padu padan fesyen masa kini, pesta pernikahan mewah, tumbuh kembang anak yang menyenangkan, dan lain sebagainya.

Hal-hal "sempurna" itulah yang setiap hari kita lihat dari kehidupan orang lain melalui media sosial.

Baca juga: Mengapa Media Sosial Tak Bikin Bahagia?

Dibombardir 'kehidupan Photoshop'

Ilustrasi media sosial membuat stresHighwaystarz-Photography Ilustrasi media sosial membuat stres
Sekarang, pernahkah Anda merasa hidup Anda jauh dari "kesempurnaan" yang orang lain miliki, dari kehidupan maya yang Anda saksikan setiap harinya melalui media sosial?

Disadur dari The Guardian, Profesor Psikologi dari University of Michigan, Ethan Kross, menyebut bahwa fenomena di era media sosial memang tidak begitu menyenangkan.

Hasil penelitian terhadap pengguna Facebook pasif yang ia dan timnya lakukan menemukan, semakin banyak seseorang melihat kehidupan orang lain di media sosial, semakin tidak nyaman perasaan hatinya.

"Kita dibombardir dengan 'kehidupan Photoshop' yang begitu indah, kehidupan yang belum pernah dirasakan manusia di peradaban sebelumnya," kata Kross.

Sedangkan Psikolog Klinis, Rachel Andrew, mengaku banyak pasien yang datang kepadanya mengeluh tidak mendapatkan gaya hidup yang mereka inginkan, tetapi mereka melihat orang lain mampu mencapainya.

Pilihan penggunaan media sosial kita: Facebook, Twitter, Instagram, Snapchat, sangat mempengaruhi pertentangan psikologi yang terjadi.

"Saya pikir, media sosial membuat seseorang semakin mudah untuk membandingkan hidupnya dengan orang lain. Dulu, seseorang hanya melihat tetangganya untuk berkaca, tapi saat ini kita bisa membandingkan diri kita dengan semua orang dari seluruh penjuru dunia," ucap Andrew.

Baca juga: Media Sosial Penyebab Generasi Milenial Kesepian

Andrew melanjutkan, perbandingan ini semakin tidak realistis ketika gambar bisa difilter sedemikian rupa, orang-orang hanya menunjukkan sisi tebaik dalam hidup mereka.

Jika disadari, apa yang sebenarnya terjadi tidak sesempurna yang ada di media sosial. Namun, kehidupan "indah" versi media sosial yang kita saksikan setiap harinya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com