KOMPAS.com – Hari ini, 10 Oktober, diperingati sebagai Hari Kesehatan Mental Internasional. Organisasi PBB Bidang Kesehatan, World Health Organization (WHO), menyebut kalangan remaja dan dewasa muda menjadi kelas usia yang paling rawan mengalami gangguan kesehatan mental.
Dikarenakan, pada usia ini terjadi banyak perubahan dalam hidup seseorang, mulai dari meninggalkan rumah, berpindah sekolah, memiliki lingkungan kerja baru, yang memungkinkan terjadinya stres atau tekanan mental.
Selain itu, beberapa kondisi tertentu ikut memberikan pengaruh terhadap timbulnya stres tersebut.
Kondisi itu dari hidup di tengah era serba digital atau tinggal di area yang mengalami krisis kemanusiaan seperti perang, bencana, dan wilayah berkembangnya penyakit epidemik.
Jika tidak ditangani dengan tepat, stres dapat memicu berbagai penyakit mental.
Baca juga: Mengapa Traveling Bermanfaat Bagi Kesehatan Mental?
Untuk itu WHO memiliki tiga fokus utama dalam konteks perayaan Hari Kesehatan Mental Internasional tahun ini.
Sayangnya, sebagian besar dari mereka tidak terdeteksi sejak awal sehingga tidak mendapat penanganan yang maksimal.
Tidak tertanganinya masalah ini sejak awal dapat menjadi pemicu munculnya beban psikologis di kalangan remaja atau dewasa muda.
Beban psikologis itu biasanya ditunjukkan dengan depresi, bunuh diri, dan perilaku penyalahgunaan alkohol atau narkotika yang berujung pada seks bebas dan meningkatnya angka kecelakaan berlalu-lintas.
Baca juga: Remaja Percaya pada Orangtua tapi Tak Nyaman Bercerita
Pendidikan ketahanan mental sejak dini, mulai diakui berdampak positif terhadap peningkatan kemampuan seseorang dalam menghadapi kehidupan yang semakin kompleks.
Berbagai bukti bermunculan dengan memperkenalkan dan menjaga kesehatan mental kalangan remaja atau dewasa muda, dapat membawa banyak keuntungan.
Keuntungan itu tidak berhenti pada mereka kalangan remaja dan dewasa muda yang memperoleh perlakuan ini, tapi juga untuk kehidupan sosial ekonomi secara keseluruhan.
Dengan kesehatan mental, generasi muda dapat mampu untuk memberi kontribusi lebih besar bagi dunia kerja, keluarga, komunitas, dan seterusnya.
Pencegahan ini dimulai dengan kepedulian dan pemahaman terhadap tanda-tanda awal atau gejala penyakit mental.
Orangtua dan guru-guru di sekolah dapat membantu generasi muda untuk memiliki kemampuan mengatasi tantangan hidup sehari-hari. Dukungan psikososial juga perlu ditumbuhkan dalam lingkup sekolah, komunitas, dan berbagai tempat lain.
Selain itu, pelatihan untuk kesehatan pekerja juga penting diadakan agar kemampuan mendeteksi dan mengurus penyimpangan kesehatan mental yang terjadi dapat tersebar, ditingkatkan, dan diperluas keberadaannya.
Untuk dapat mewujudkan semua upaya ini, diperlukan kerja sama berbagai pihak. Mulai dari pemerintah hingga keterlibatan sosial, juga sektor edukasi dan kesehatan.
Hal ini perlu dilakukan untuk meningkatkan kesadaran kalangan remaja dan dewasa muda untuk menjaga kesehatan mental mereka. Dengan demikian, dapat pihak-pihak lain mengetahui bagaimana cara mendukung individu di lingkungan mereka yang terkena kelainan atau penyakit mental.
.
.
.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.