Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 11/10/2018, 16:27 WIB
Ariska Puspita Anggraini,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Tidak semua tren mode bertahan lama. Sebagian besar hanya muncul sekilas dan berganti dengan tren baru.

Namun, ada juga yang bertahan lama dan seolah tak tergantikan. Misalnya, ikon fesyen tahun 1950an Marlon Brando.

Ia berhasil mendobrak tren setelan jas dengan mempopulerkan kaus oblong dan jins yang terus mendominasi mode masa kini.

Lalu, ada Mary Quant dengan rok mini di era 60an yang membantu membebaskan wanita dari batasan dalam dunia fesyen.

Kini, dunia fesyen kembali mencoba mendobrak batasan gender dengan mengurangi koleksi yang didesain khusus untuk jenis kelamin tertentu.

Ya, para pegiat fesyen saat ini berama-ramai memproduksi pakaian unisex yang tak lagi mengkotak-kotakan pakaian berdasarkan jenis kelamin.

Lalu, apa itu fesyen unisex?

Pakaian unisex adalah pakaian yang dirancang tanpa mempertimbangkan jenis kelamin tertentu.

Selama ini, masyarakat telah menentukan cara berbusana antara lelaki dan perempuan.

Aturan seperti ini paling mudah kita temui di institusi pendidikan, di mana penerapan seragam yang mewajibkan wanita memakai rok dan pria memakai celana.

Namun, tren mode unisex mencoba mendobrak aturan itu.

Bagi sebagian orang, tren mode unisex lebih dari sekadar pakaian.

Tanmay Saxena, pendiri label unisex LaneFortyfive yang berbasis di London mengatakan, sangat sulit untuk memecahkan dinding metaforikal ini, dan menciptakan kesetaraan di masa kini.

"Saya merasa pakaian unisex adalah cara kecil tapi efektif untuk menggulirkan tren yang lebih luas tentang kesetaraan," ucapnya.

Stephen Doig, editor mode pria di The Telegraph setuju akan hal ini. Menurut dia, ide ini adalah perkembangan alami dunia di mana, untungnya, ada lebih banyak penerimaan ketidakstabilan gender.

Redaktur PinkNews, media online untuk LGBT yang berbasis di Inggris, Nick Duffy menyatakan mode unisex telah menetapkan standar baru untuk industri.

Baca juga: Pekan Mode Bisa Jadi Acuan Penampilan Pria

Popularitas mode unisex

Pakaian unisex bukan konsep baru, meskipun popularitasnya baru terdengar saat ini. Merek Haute Couture menjadi yang pertama kali mempopulerkannya.

Baru-baru ini department store dan rantai mode telah mencoba menyadari bahwa banyak dari konsumen mereka tidak ingin dibatasi oleh label pada pakaian mereka, atau bagian dari toko di mana mereka berbelanja.

Pada tahun 2015 label Selfridges meluncurkan inisiatif 'Agender', menggabungkan pakaian pria dan pakaian wanita serta menampilkan potongan unisex yang berasal lebih dari 40 merek.

Setahun kemudian, Zara mengeluarkan jajaran 'Ungendered', yang terdiri dari pilihan jeans, hoodies, dan kemeja.

Lalu pada tahun 2017 H & M merilis ‘Denim United’, koleksi pakaian kerja yang dirancang untuk semua orang.

Tidak lama setelah itu, John Lewis menghapus label-label gender dari semua pakaian anak-anaknya, yang berhasil menarik banyak pujian dan beberapa kritik.

Selain peran label kelas atas, peran selebritas juga menjadi bagian penting dari popularitas fesyen unisex.

Direktur Kreatif Gucci, Alessandro Michele, mengaku mengalami dampak yang signifikan, sejak memperkenalkan dasi pussy bows dan kemeja renda saat mode peragaan busana pria pertamanya di tahun 2015.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com