Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kurang Gizi dan Obesitas, Dampak Minimnya Literasi Gizi di Indonesia

Kompas.com - 12/10/2018, 18:47 WIB
Nabilla Tashandra,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Masalah konsumsi gizi yang tidak seimbang ternyata menjadi persoalan serius di Indonesia.

Tak hanya masyarakat menengah ke bawah, masalah gizi juga dialami masyarakat menengah ke atas.

Itulah mengapa kita sering mendengar masih banyak kasus kekurangan gizi atau bahkan obesitas di Tanah Air.

Guru Besar Bidang Keamanan Pangan dan Gizi Fakultas Ekologi Institut Pertanian Bogor, Prof. Ir. Ahmad Sulaeman, MS, PhD mengatakan, literasi gizi di Indonesia masih sangat kurang.

Padahal, berdasarkan data Kementerian Pertanian, Indonesia merupakan negara terkaya kedua di dunia dalam keanekaragaman hayati.

Baca juga: 4 Jenis Olahraga Bagi Orang yang Alami Obesitas

“Tapi kok terjadi kelaparan di daerah-daerah tertentu? Masalahnya ada di literasi gizi, ada informasi yang belum mampu kita olah,” kata Ahmad Sulaeman.

Hal itu disampaikan Ahmad dalam sebuah acara diskusi di Gran Mahakam Hotel, Jakarta, Jumat (12/10/2018).

Literasi adalah kemampuan seseorang dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan proses membaca dan menulis.

Literasi gizi yang baik ditandai dengan kecermatan seseorang dalam menghitung kebutuhan gizi, serta bijak dalam membaca label informasi pada makanan olahan.

Kurangnya literasi gizi membuat masyarakat mudah percaya dengan informasi bohong atau hoax yang disebarkan lewat berbagai medium. Termasuk soal makanan dan minuman yang tabu atau dilarang.

Misalnya, prioritas makanan yang keliru dalam keluarga. Masih ada keluarga yang menganggap ayah perlu mendapatkan makanan dengan porsi terbesar, sedangkan anggota keluarga lainnya lebih kecil.

Baca juga: Panduan Mengatur Pola Makan Anak Obesitas

Ada juga masyarakat yang merasa belum makan sebelum menyantap nasi. Padahal ia sudah mengonsumsi makanan sumber karbohidrat lainnya, seperti kentang, makanan dari tepung, atau sumber lainnya.

Atau, ada juga orangtua yang tak membiasakan anak-anaknya sarapan sebelum berangkat sekolah.

Orangtua tersebut hanya memberikan anak-anaknya uang jajan yang kemudian dibelikan makanan tidak bergizi.

“Anak-anak berangkat sekolah tidak sarapan akhirnya beli jajanan, beli minuman manis seperti minuman jeruk yang tidak ada jeruknya hanya essence."

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com