Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Yasmina Hasni
Praktisi Parenting

Praktisi parenting. Co-founder Taman Main Petualang. Ibu dua anak.

Parenting Itu Mudah

Kompas.com - 19/10/2018, 14:29 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

"PARENTING itu mudah". Sebuah kalimat yang menyebalkan? Iya, mungkin.

Kalau adek makannya banyak, nanti mama belikan robotnya!” Familiar dengan ucapan ini?Pasti.

Karena, “sogokan” adalah jalan pintas yang sering diambil orangtua kalau sudah lelah ketika anaknya enggak bisa dibilangin.

Namun, sesungguhnya prinsip sogokan untuk anak ini bak penggunaan AC ketika udara panas.

Iya, yang di dalam rumah jadi adem karena memakai AC itu, tapi semakin besar penggunaan AC ya udara di luar juga semakin panas. Bahkan, dampak jangka panjangnya juga jadi lebih buruk buat Bumi.

Begitu juga kebiasaan membohongi anak, menyogok, mengancam, time-out, mengabaikan, dan mendramatisir proses pengasuhan. Semua itu, sering kali dijadikan "senjata" oleh orangtua, yang pada akhirnya menyasarkan peluru tepat di kepala orangtua itu sendiri.

Hal-hal yang dianggap jalan pintas demi parenting yang—so called—enggak usah dibikin ribet ini justru akan berakhir di keluhan bahwa pengasuhan adalah hal yang paling berat di dunia.

Basic instinct

Hal pertama yang harus diingat oleh setiap orangtua, pengasuhan adalah basic instinct. Menjadi orangtua sudah dilakukan manusia sejak manusia pertama turun ke bumi. Jadi, ini bukan perkara baru. Hal besar, tapi bukan untuk dibesar-besarkan.

Lho, kalau memang basic instinct, artinya segala bentuk pengasuhan termasuk jalan pintas tadi juga benar dong?

Kita kucing atau manusia? Kalau kita kucing, tentu saja itu semua benar. Apa pun yang dilakukan ibu kucing kepada anaknya, enggak ada yang salah. Enggak ada yang berdampak bagi masa depan si anak kucing.

Karena kehidupan hewan memang hanya bertumpu pada insting dan bukan akal. Benar?

Namun, karena kita manusia, kita kudu memadukan insting, akal, emosi, dan ke-Tuhan-an, untuk menjalankan hidup.

Zaman old vs zaman now

Anak gue gak pernah mau dengerin gue. Harus aja diteriakin biar denger. Belum lagi adeknya yang rewel. Punya anak dua aja rasanya mau mati!

Eyang kita dulu anaknya bisa sampai 15, lho. Iya, kan? Ibunya hidup, anak-anaknya juga hidup. Iya, mungkin hanya sampai hidup, seadanya, sebisanya, tapi hidup.

Kata psikolog klinis dari Rumah Dandelion, Nadya Pramesrani, orangtua zaman old itu yang dipikirin banyak banget. Mereka enggak sempat berpikir me-time—cari informasi terkait psikologi anak, atau metode pengasuhan.

Mereka juga enggak sempat berpikir stress-nya jadi orangtua atau berantem karena baby blues. Sederhana, yang penting anak-anak bisa makan, pakai baju, tinggal di bawah atap, syukur-syukur bisa sekolah.

Kita sekarang? Membahas Setnov kejedot tiang listrik sampai bikin 100 memes saja bisa. Masa enggak bisa memperbaiki cara pengasuhan yang tidak pada tempatnya?

Melawan mitos dengan edukasi

Ada mitos-mitos tradisional yang membuat pengasuhan jadi terasa berat. Misalnya, mitos bau tangan.

Kalau anaknya nangis, diemin aja. Diangkat melulu nanti jadi bau tangan. Manja, enggak bisa mandiri, apa-apa ngerepotin orang tua!”

Percayalah, mendengarkan bayi menangis itu jauh lebih merepotkan ketimbang menggendong dan mengikutsertakannya dalam hal-hal yang harus diselesaikan sang ibu atau ayah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com